Membenahi Tata Kelola Dan Kualitas Program Pascasarjana Agar Tak Seperti Buka Lapak

Semarang, Idola 92.6 FM – Bonus Demografi berarti jumlah penduduk dengan usia produktif lebih besar daripada usia orang lanjut usia dan mereka yang tidak produktif. Bonus demografi adalah suatu fenomena dimana struktur penduduk sangat menguntungkan dari sisi pembangunan karena jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sedangkan proporsi usia muda sudah semakin kecil dan proporsi usia lanjut belum banyak.

Oleh karena itu, bonus demografi yang puncaknya akan terjadi pada tahun 2020 dan 2030 dapat menjadi anugerah bagi bangsa Indonesia, dengan syarat pemerintah menyiapkan SDM generasi muda yang ber-kualitas tinggi melalui pendidikan, pelatihan, penyediaan lapangan kerja dan investasi.

Tetapi, di tengah upaya kita menyongsong puncak bonus demografi itu, publik dikejutkan dengan terungkapnya kasus pelanggaran aturan pengelolaan program pascasarjana di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Universitas Negeri Manado. Atas kasus ini, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi telah memberhentikan sementara Djaali dari jabatan Rektor UNJ.

Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti Ali Gufron Mukti mengungkapkan, Kemenristek dan Dikti menemukan sejumlah indikasi pelanggaran pada program Pascasarjana UNJ terutama jenjang S-3. Bentuk pelanggaran itu antara lain praktik kuliah jarak jauh tanpa seizin Kemrinstek dan Dikti. Selain itu, masa kuliah S 3 yang juga dinilai tidak masuk akal, yakni 96 hari untuk 14 mata kuliah ditambah dua tahun penulisan disertasi tetapi bisa meraih gelar doktor.

Lantas, berkaca pada kasus pelanggaran pengelolaan program Pascasarjana di UNJ, bagaimana membenahi tata kelola program pascasarjana agar tak seperti buka lapak? Apa sesungguhnya akar persoalan dari kasus ini?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola 92.6 FM berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Ali Gufron Mukti (Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti) dan Prof Asep Saefuddin (rektor Universitas Trilogi, Jakarta-Wakil Ketua Forum Rektor 2017). (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: