Menakar Kinerja Dan Kultur Akademik Guru Besar

Semarang, Idola 92.6 FM – Produktivitas guru besar atau profesor di perguruan tinggi Indonesia dalam menulis publikasi ilmiah, buku bahan ajar, hingga paten dinilai masih rendah. Dukungan untuk meningkatkan produktivitas dosen perlu terus dilakukan karena perguruan tinggi potensial meningkatkan daya saing dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Keinginan Kementerian Ristek dan Dikti untuk segera mendongkrak jumlah publikasi ilmiah di jurnal internasional dari kaum intelektual di Tanah Air tampaknya masih harus menempuh jalan yang berliku. Kendati telah dikeluarkan Peraturan Menristek dan Dikti Nomor 70/2017 yang mengancam para guru besar akan dihentikan tunjangan kehormatannya bila tidak mampu menghasilkan artikel ilmiah di jurnal internasional, kemungkinan implementasinya di lapangan niscaya tidaklah semudah yang diharapkan.

Reaksi yang mempertanyakan dan bahkan menolak isi pasal yang akan menghentikan tunjangan kehormatan guru besar jika tidak mampu menghasilkan artikel di jurnal internasional itu kini marak dari berbagai kalangan. Perkumpulan Ahli dan Dosen Republik Indonesia (ADRI) misalnya dengan tegas menolak isi pasal itu dan menyatakan bahwa memberhentikan tunjangan kehormatan guru besar adalah melanggar undang-undang– jika alasannya hanya karena mereka tidak menulis artikel di jurnal internasional.

Lalu, menakar kinerja dan kultur akademik guru besar, patutkah sanksi penghentian tunjangan kehormatan diterapkan bagi guru besar yang tidak produktif menulis artikel selama 3 bulan? Sependapatkah Anda, bahwa menulis artikel di jurnal internasional menjadi parameter kinerja guru besar? Bagaimana idealnya menilai kinerja dan produktivitas guru besar?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, nanti kita akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Bagong Suyanto (dosen FISIP Universitas Airlangga Surabaya) dan Prof Deddy Mulyana (Guru Besar FIKOM Universitas Padjadjaran Bandung). (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: