Menilik Bahasa Simbolik Gerakan Bunga Dari Mayoritas Diam (Silent Majority), Fenomena Apa?

Semarang, Idola 92.6 FM – Ungkapan dukungan masyarakat melalui komunikasi simbolik karangan bunga sedang menjadi fenomena bukan hanya di kantor Gubernur DKI Jakarta, Mabes Polri hingga Istana Presiden pun dipenuhi karangan bunga. Tak hanya terpusat di Jakarta, fenomena ungkapan ekspresi dan aspirasi melalui bunga juga menjalar di daerah. Di Jateng, Karangan bunga berisi dukungan terhadap keutuhan NKRI memenuhi pagar depan Markas Polda Jawa Tengah di Semarang. Karangan-karangan bunga tersebut mulai terpasang sejak Rabu (3/5) lalu.

Terkait hal itu, Peneliti Kelas Menengah, Masyarakat Sipil, dan Gerakan Politik pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Rahardjo Jati berpendapat, gerakan mengirim karangan bunga itu sebagai permainan simbolik masyarakat kelas menengah. Gerakan bunga itu, tidak terlepas dari fenomena yang muncul setelah Pilkada DKI Jakarta. Beberapa pekan lalu ribuan karangan bunga dikirim ke Balai Kota Jakarta. Bunga secara simbolis, bisa dimaknai sebagai gerakan rekonsiliasi.

Lalu, fenomena apa sebenarnya di balik bahasa simbolik gerakan bunga dari mayoritas diam (silent majority)? Benarkah ini simbol apresiasi dan dedikasi atas aspirasi tertentu? Atau ini sesungguhnya bentuk kemarahan mayoritas diam?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, nanti kita akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Peneliti Kelas Menengah, Masyarakat Sipil, dan Gerakan Politik pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Rahardjo Jati dan Pengajar Sosiologi Komunikasi FISIP Undip Triyono Lukmantoro. (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: