Perlindungan Konsumen Harus Terus Ditegakkan

Semarang, 92.6 FM-Mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pemerintah saat ini sedang menyusun Strateg Nasional Perlindungan Konsumen. Tujuanya, untuk meningkatkan keberdayaan konsumen dan pelaksanaan perlindungan konsumen. Pelaksanaan perlindungan konsumen itu bersifat lintas sektor.

Menteri Pedagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, untuk penyusunan Strategi Nasional Perlindungan Konsumen, akan dilaksanakan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasionnal atau Bappenas. Nantinya, produk yang dihasilkan adalah peraturan presiden.

Menurut Mendag, dengan jaminan kepastian hukum itu, maka menjelang dan selama Ramadan serta Lebaran nanti, masyarakat bisa mendapatkan barang kebutuhan pokok dengan harga yang telah ditetapkan.

“Para konsumen harus berani mengadu kepada kita, karena di kita juga ada badan khusus yang menangani perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen dalam arti seluas-luasnya itu, termasuk ketersediaan barang dengan harga yang telah ditentukan pemerintah,” kata Enggartiasto.

Sementara itu, Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Jateng mendorong pemprov, untuk membentuk lembaga perlindungan konsumen di 35 kabupaten dan kota dengan payung hukum berupa peraturan gubernur. Karena, sampai dengan saat ini masih banyak barang-barang yang beredar di pasaran belum mendapat sertifikasi atau SNI. Padahal, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hak-hak konsumen harus dilindungi.

Ketua LP2K Jateng Ngargono menyatakan, belum banyak kabupaten/kota di Jawa Tengah yang mempunyai badan atau lembaga khusus untuk penanganan perselisihan konsumen. Padahal, keberadaan lembaga atau badan itu dibutuhkan masyarakat ketika merasa dirugikan karena ulah produsen nakal.

Oleh karena itu, ia meminta Pemprov Jateng bisa memfasilitasi kabupaten/kota yang belum ada lembaga atau badan perlindungan konsumen.

“Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen itu sesuai dengan amanat undang-undang. Pak gubernur bisa menerbitkan peraturan gubernur, yang isinya memerintahkan kabupaten/kota membuat lembaga atau badan perlindungan konsumen,” jelas Ngargono.

Lebih lanjut Ngargono menjelaskan, pengawasan terhadap para pelaku usaha atau produsen harus terus ditingkatkan. Sehingga, jangan sampai produk yang dihasilkan tidak memenuhi standar dari pemerintah.

Terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah Achmad Darodji meminta para pelaku usaha, untuk mengurus sertifikasi halal dari produk yang dihasilkan. Karena, payung hukum berupa Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal sudah berjalan, namun belum banyak pengusaha yang mengurus sertifikasi kehalalan produknya.

Menurutnya, lemahnya regulasi dalam perlindungan konsumen terutama masyarakat muslim menjadi perhatian dari MUI Jateng untuk mendorong pemerintah bisa menerapkan UU Nomor 33 Tahun 2014 dengan disertai sanksi hukumnya. Sehingga, produsen tidak bermain-main dengan produknya yang berujung merugikan masyarakat karena ragu dengan produk yang akan dikonsumsi.

“Perlindungan konsumen berarti di situ juga masuk dengan kehalalan produknya. Kami akan mendorong pemerintah, agar penerapan UU Nomor 33 Tahun 2014 bisa diterapkan,” ujar Darodji.

Lebih lanjut Darodji menjelaskan, untuk pengurusan sertifikasi halal pihaknya siap untuk memfasilitasinya. Karena, pengurusan sertifikasi halal bisa dilakukan secara online dan biayanya juga masih terjangkau. (Bud)