Bagaimana Meminimalisir Dampak Risiko Inflasi Semu?

Semarang, Idola 92.6 FM – Sampai dengan Juni 2018, inflasi tahunan hanya 3,12 persen. Masih lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi 2017 yang sebesar 3,61 persen. Bahkan, pada Juni, yang ada hari raya Idul Fitri 2018—inflasi hanya 0,59 persen.

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, menjaga angka inflasi relatif rendah atau stabil penting bagi perekonomian. Inflasi yang rendah akan berkorelasi dengan penurunan suku bunga kredit. Pembiayaan yang lebih efisien akan menurunkan ekonomi biaya tinggi sehingga memacu produktivitas. Sebaliknya inflasi tinggi akan semakin menggerus daya beli dan menurunkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Enny, inflasi rendah yang tak berimplikasi pada peningkatan produktivitas dan daya beli harus benar-benar dicermati. Jika inflasi semu dibiarkan, akan punya dampak berganda yang kompleks.

Pertama, stagnasi pertumbuhan ekonomi. Jika inflasi rendah justru dipicu penurunan permintaan, tentu menjadi beban berat bagi perekonomian. Kedua, menggerogoti sektor riil. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang lemah akan menyebabkan kelesuan sektor riil. Investor akan menempatkan dana pada sector yang rendah risiko dan memberikan imbal hasil tinggi.

Lantas, apa itu inflasi semu? Bagaimana agar inflasi tak berdampak semu? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Direktur Institute for development of Economics and finance (INDEF) Enny Sri Hartati. [Heri CS]

Berikut diskusinya: