Bagaimana Meningkatkan Budaya Literasi pada Siswa

Semarang, Idola 92.6 FM – Hasil penelitian Perpustakaan Nasional Tahun 2017 menunjukkan, frekuensi membaca orang Indonesia rata-rata 3-4 kali per minggu dengan lama waktu membaca per hari rata-rata hanya 30-59 menit. Adapun jumlah buku yang ditamatkan per tahun rata-rata hanya 5-9 buku. Fenomena ini tentu saja masih sebatas angka, faktanya bisa jadi kondisinya tak lebih parah dari kondisi tersebut.

Asumsi tersebut tak berlebihan sebab, kita pun memiliki data yang cukup memprihatinkan terkait dengan masih parahnya tingkat literasi masyarakat kita. Berdasarkan studi ”Most Littered Nation in the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia berada di bawah Thailand (59) dan di atas Botswana, sebuah negeri nun jauh sana di belahan Afrika.

Nah, melihat kondisi yang memprihatinkan itu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini tengah menyiapkan peta kondisi literasi nasional, khususnya literasi siswa. Peta itu memotret kemampuan literasi siswa tidak hanya dari aspek membaca, tetapi juga pemahaman digital.

Lantas, membaca urgensi pemetaan literasi dan tujuan yang hendak dicapai, seberapa mendesak dan efektif upaya pemetaan literasi yang dilakukan pada siswa? Upaya lain apa yang idealnya dilakukan pemerintah untuk meningkatkan budaya literasi di kalangan siswa dan masyarakat umum? Bagaimana pula tata niaga perbukuan kita dalam menyediakan akses bahan bacaan?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Prof Dadang Sunendar dan Pegiat literasi Maman Suherman. [Heri CS]

Berikut diskusinya: