Bagaimana Menjaga Persatuan di Tengah Kontestasi Politik yang Kian Memanas?

Semarang, Idola 92.6 FM – Dua hari terakhir media masa dan media sosial banyak diwarnai dengan kontroversi pidato Presiden Joko Widodo di Rapat Umum Relawan Jokowi yang diselenggarakan Sabtu (04/08/2018) lalu di SICC Sentul. Hal itu bermula dari beredarnya video berdurasi sangat pendek yang menayangkan pidato Jokowi dengan pernyataan “tapi kalau diajak berantem juga berani”.

Pernyataan sepotong itu pun menyulut respons dari buzzer yang kontra. Genderang perang kata-kata di dunia maya pun bak ditabuh. Saling serang dua kubu menyesaki ruang media sosial kita. Ini seolah menandakan mulai memanasnya tensi politik jelang Pemilu dan Pilpres satu tahun mendatang. Begitu mudahnya riuh ramainya media sosial yang tersulut itu juga mencerminkan—sebagian masyarakat kita lebih mudah lebur pada sesuatu hal yang sensasi ketimbang substansi. Sebagian netizen lebih mudah tergiring pada debat kusir yang tak ada ujung pangkalnya daripada membaca secara kritis. Dan, yang memprihatinkan lagi, kita melihat tontonan dimana para elit lebih suka mempertontonkan drama ketimbang bertindak nyata pada berbagai persoalan negara.

Memanasnya kondisi sosial politik menjelang Pemilihan Umum 2019 dinilai masih dalam taraf kewajaran. Meski demikian, semua pihak diharapkan dapat terus menahan diri agar persatuan bangsa tetap terjaga di atas kontestasi. Dalam rilis survey nasional “Menyongsong Pendaftaran Capres-Cawapres 2019”, Chief Research Officer Alvara Research Center Harry Nugroho menyatakan, calon presiden dan calon wakil presiden yang akan berkontestasi pada pemilihan presiden mendatang perlu mengantisipasi tiga hal, yakni populisme agama, pemilih muda atau milenial, dan persoalan ekonomi.

Bahkan, menurut Harry, pemilihan calon wapres sebagai pendamping calon presiden pun dinilai juga akan menjadi kunci yang dapat memenuhi 3 isu krusial tersebut, selain juga akan menggenjot elektabilitas pasangan capres dan cawapres tersebut.

Lantas, bagaimana menjaga persatuan di tengah kontestasi politik yang kian memanas? Bagaimana pula mengantisipasi dan menutup celah isu populisme? Apa sesungguhnya tantangan kita dalam menjaga kondusivitas suasana menjelang Pemilu Raya?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Syamsuddin Haris (Peneliti senior pada Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI) dan Ratna Dewi Pettalolo (Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI). [Heri CS]

Berikut diskusinya: