Bagaimana Merevitalisasi Universitas sebagai Institusi Budaya di Tengah Berbagai Tantangan Global?

Semarang, Idola 92.6 FM – Sebuah universitas sejatinya tak sekadar sebagai lembaga pendidikan dengan berbagai pengaturan yang mengikat. Lebih dari itu, universitas juga memiliki peran penting sebagai institusi budaya yang berfungsi sebagai tempat telaah dan pengembangan budaya. Berdasarkan sebuah kesepakatan yang dirumuskan dalam Magna Charta di Bologna Italia tahun 1988 secara jelas ditekankan bahwa universitas adalah suatu institusi budaya yang otonom—memiliki kekhasan sesuai lokasi dan falsafah pembentukannya serta melakukan penelaahan dan pengembangan budaya melalui penelitian dan menyebarluaskannya melalui pengajaran.

Makna budaya di sini adalah dalam arti luas, menyangkut semua kegiatan olah pikir kreatif manusia meliputi masalah sains, teknologi, sosial, seni, dan humaniora. Peran sebagai penelaah dan pengembang budaya beraryi universitas perlu memiliki wawasan yang bukan hanya sesaat atau jangka pendek tetapi jauh menjangkau ke depan.

Peran ini tak akan dapat dijalankan apabila universitas dipersepsi dan diperlakukan hanya sebagai lembaga pendidikan dengan berbagai pengaturan yang mengikat. Padahal, peran itu sebenarnya salah satu tujuan dan pendorong utama bagi kehadiran dan pendiriannya oleh negara. Dalam kapasitas peran seperti inilah sebenarnya keberadaan universitas diperlukan dalam membantu negara mengantisipasi berbagai perubahan di masa depan serta menyiapkan diri menghadapi akibat-akibatnya—terutama menyangkut perkembangan yang cepat dalam sains dan teknologi di ranah global.

Lantas, bagaimana merevitalisasi peran universitas sebagai Institusi Budaya di tengah berbagai tantangan global? Apa sesungguhnya faktor kunci untuk mengokohkan peran universitas sebagai institusi budaya? Terobosan apa yang mestinya dilakukan universitas agar tetap mampu mencetak para intelektual dan kaum pemikir di tengah berbagai persoalan kebangsaan?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Susanto Imam Rahayu (Kimiawan/ Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI)) dan Prof Nuhfil Hanani (rektor Universitas Brawijaya Malang). [Heri CS]

Berikut perbincangannya: