Benarkah, Birokrasi Bersih Tanpa Korupsi adalah Utopia di Negeri ini?

Semarang, Idola 92.6 FM – Dua hari setelah menangkap Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, KPK menangkap 8 anggota DPRD Kalimantan Tengah dan 6 orang dari pihak swasta pada Jumat 26 Oktober lalu di Jakarta. Terkini, KPK juga melarang Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan ke luar negeri selama 6 bulan ke depan karena diduga terkait kasus suap. Penangkapan dan pencegahan oleh KPK ini menunjukkan masih masifnya praktik korupsi di berbagai bidang.

Sejak berdiri pada tahun 2004, KPK sudah memproses hukum sebanyak 554 orang dari berbagai kalangan. Mereka antara lain, 205 anggota legislatif baik pusat maupun daerah, 100 kepala daerah, 204 orang dari pihak swasta, 22 hakim, 7 jaksa, dan 10 pengacara. Sebanyak 4 korporasi juga telah diproses hukum.

Korupsi yang melibatkan berbagai pihak dengan bermacam latar belakang ini tidak hanya mengancam tata kelola pemerintahan tetapi juga bisa merusak orientasi nilai di masyarakat. Merujuk pada Kompas (27/10/2018), pengajar di Departemen Sosiologi UI Meuthia Ganie Rochman mengatakan, dalam jangka pendek, korupsi yang masif akan mendistorsi sumber daya yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan kesejahteraan dan perbaikan institusi publik. Sementara, dalam jangka panjang korupsi bisa merusak soliditas masyarakat, menimbulkan penyimpangan moral dan menghasilkan irasionalitas publik.

Ancaman rusaknya kesadaran moral ini antara lain tercermin dari hasil survey Global Corruption Barometer 2017 untuk wilayah Asia Pasifik. Hasil survey menyatakan, sebanyak 32 persen orang di Indonesia masih memilih melakukan suap untuk melancarkan usaha dan keperluannya saat harus berhadapan dengan lembaga dan birokrasi.

Lantas, ketika proses hukum tidak lagi cukup untuk mengatasi korupsi, lalu mesti bagaimana cara menangkal korupsi yang seolah terus terjadi tiada henti? Sistem seperti apa yang mesti dibenahi agar upaya memerangi korupsi optimal? Terobosan apa yang diperlukan? Benarkah, birokrasi bersih tanpa korupsi adalah utopia di negeri ini?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Feri Amsari, MH (Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Padang) dan Prof Dr Hibnu Nugroho (Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) Purwokerto). [Heri CS]

Berikut diskusinya: