Memahami Duduk Perkara Persoalan Dualisme Partai Hanura

Semarang, Idola 92.6 FM – Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) didera konflik internal dualism kepemimpinan partai. Dua kubu berseteru. Mereka pun telah melakukan aksi saling pecat kubu berlawanan. Masing-masing kubu punya ketua umum, yakni Oesman Sapta Odang dan Daryatmo. Kedua kubu juga memiliki struktur kepengurusan yang berbeda.

Konflik kepengurusan di internal Hanura tak ubahnya seperti gejolak dualisme kepemimpinan yang pernah terjadi pada sejumlah partai politik. Partai Persatuan Pembangunan, misalnya, kini masih terbelah menjadi kubu Romahurmuziy dan kubu Djan Faridz. Bagaimanapun, konflik yang mendera Hanura lebih krusial, mengingat perpecahan terjadi pada masa seleksi partai politik calon peserta Pemilu 2019.

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi serta hasil rapat dengan Komisi II DPR, Kemendagri, dan Bawaslu pekan lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan melakukan verifikasi terhadap seluruh partai politik. Verifikasi tidak hanya berlaku bagi partai baru, tetapi juga partai lama yang telah menjadi peserta Pemilu 2014, termasuk Hanura. KPU dalam hal ini hanya akan memverifikasi kepengurusan partai politik sesuai dengan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM yang terbaru.

Lantas, memahami duduk perkara persoalan dualisme Partai Hanura, apa sesungguhnya akar persoalannya—bukankah hal itu juga pernah dialami partai lain seperti PKB ataupun P3? Ke depan mereka akan hadapi Pilpres dan Pileg, bagaimana solusi menyelesaikan konflik dualisme tersebut? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola 92.6 FM mewawancara Toto Sugiarto (Direktur Eksekutif Riset Indonesia/pengamat politik). (Heri CS)

Berikut Wawancaranya: