Membaca Fenomena Maraknya Orang Berbondong-bondong Mengaku Miskin untuk Mendapatkan Surat Keterangan Tak Mampu (SKTM)?

Semarang, Idola 92.6 FM – Netizen di Jawa Tengah dihebohkan dengan banyaknya komplain dari siswa dan wali murid soal pendaftaran online masuk SMA atau SMK. Meski pendaftaran berlangsung 11-14 Juni 2017, namun komplain masih terjadi. Sejumlah netizen mengaku tersisih dari mereka yang membawa surat keterangan tidak mampu (SKTM). Padahal nilai mereka bagus. Seperti di akun Instragam Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Komplain soal PPDB online ini disukai 10.697 netizen dengan 11.889 komentar.

Ganjar mengaku, pihaknya memberi peluang bagi setiap sekolah untuk menampung 20 persen warga tidak mampu untuk merasakan pendidikan yang berkualitas. Mereka yang tidak mampu bisa mendaftar dengan melampirkan SKTM atau Kartu Indonesia Pintar (KIP). Namun persoalan berkembang. Netizen menuding banyak warga mampu kemudian mendapat SKTM untuk mendaftar sekolah. Ada juga yang penggunaan SKTM palsu saat mendaftar. Pendaftaran PPDB online lewat aplikasi itu berisi 592 sekolah di Jateng, terdiri dari 361 SMA dan 231 SMK. Sekolah itu pengelolaannya ada di bawah wewenang Pemprov Jateng.

Sementara itu, Kepala Balai Pengembangan Pendidikan Menengah dan Khusus (BP2MK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng Jasman Indratmo mengatakan, sebanyak 500 calon siswa yang mendaftar ke sekolah menengah atas negeri (SMAN), harus dicoret dari daftar sementara. Sebab, mereka kedapatan menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM) yang diduga asli tapi palsu. Jumlah itu baru sementara, dan dimungkinkan masih ada penambahan.

Lantas, maraknya masyarakat menggunakan SKTM palsu ini menununjukkan fenomena apa? Gejala apa ketika sebagaian masyarakat kita mempertaruhkan kemiskinan untuk tujuan-tujuan tertentu? Apa sesungguhnya akar masalahnya–sistem yang harus diubah atau mental/ karakter masyarakat yang mesti diedukasi? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara pengamat sosial dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati. [Heri CS]

Berikut diskusinya: