Membaca Peta Kekeringan dan Antisipasi Dampak Musim Kemarau

Semarang, Idola 92.6 FM – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, musim kemarau di sebagian besar wilayah di Indonesia pada 2018 telah dimulai Mei dan akan berakhir pada Oktober mendatang. Saat musim kemarau tiba, intensitas curah hujan menurun dan menyebabkan cadangan air tanah menipis.

Persoalan yang muncul saat musim kemarau, di antaranya, kekurangan air bersih, kerusakan ekologi, berkurangnya produksi pertanian, kelaparan, bahkan korban jiwa. Berdasarkan rangkuman BMKG mengenai bencana kekeringan di Indonesia selama 30 tahun, sejak 1979-2009, Jawa menjadi pulau yang paling sering dilanda bencana kekeringan. Rinciannya, Jawa Tengah 300 kejadian, Jawa Barat 278 kejadian, dan Jawa Timur 156 kejadian.

Sementara itu, berdasarkan data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 6 Agustus 2018, sejumlah kabupaten/kota di 8 provinsi yang mengalami kekeringan di Indonesia. Wilayah provinsi tersebut yakni: Jawa Tengah (22 kab/kota), Jawa Barat (13 kab/ kota), NTB (9 kab), Jawa Timur (4 kab), DIY (3 kab), Banten (13 kab), NTT (11 kab), dan Lampung (4 kab).

Lantas, bagaimana sebaran kekeringan di musim kemarau saat ini? Daerah mana yang paling parah terdampak? Apa faktor penyebabnya? Ke depan, untuk mengantisipasi dampak kekeringan agar tak merugikan masyarakat terutama terkait sektor pertanian/ apa rekomendasi Anda pada pemerintah? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Kabag humas BMKG Hary Tirto Djatmiko. [Heri CS]

Berikut diskusinya: