Membaca Postur APBN 2019, Sudah Memadaikah untuk Mengatasi Persoalan Domestik dan Mengantisipasi Ancaman Tren Perekonomian Global?

Semarang, Idola 92.6 FM – Rapat paripurna DPR RI 30 Oktober lalu menyetujui Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 disahkan menjadi Undang-Undang APBN 2019. APBN 2019 memiliki nilai dan peran strategis karena merupakan APBN terakhir di pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, sekaligus APBN transisi yang akan menjembatani dengan pemerintahan pasca-pilpres 17 April 2019.

Terkait dengan ini, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, postur APBN 2019 secara alamiah meningkat sekitar 30 persen dibandingkan posisi 2014. Pendapatan Negara naik dari posisi Rp1.667 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp2.165 triliun pada 2019. Sementara, belanja Negara dari Rp1.842 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp2.461 triliun pada 2019. Pemerintah mengklaim APBN 2019 berciri sehat, adil, dan mandiri.

Menurut Yustinus, perbaikan kinerja APBN menyembulkan optimisme bahwa tata kelola perekonomian Indonesia telah berjalan di rel yang tepat dan menuju arah yang benar. Meski demikian, beberapa hal perlu menjadi catatan kewaspadaan agar momentum ini tak terlewatkan sia-sia.

Lantas, membaca postur APBN 2019, sudah cukup memadaikah untuk mengatasi persoalan domestik dan mengantisipasi ancaman tren perekonomian global? Orkestrasi kebijakan seperti apa pula yang diperlukan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui postur APBN ini? Apa pula, tantangan terbesar pemerintah dalam upaya mengimplementasikan tujuan pembangunan yang berfokus pada pembangunan manusia (SDM) ini ke depan?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Yustinus Prastowo (Direktur Eksekutif Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA) Jakarta) dan A. Tony Prasetiantono (Kepala Pusat Studi Ekonomi & Kebijakan Publik UGM Yogyakarta). [Heri CS]

Berikut diskusinya: