Memperkokoh Ketahanan Sosial Bangsa di Tengah Eskalasi Politik Pemilu?

Semarang, Idola 92.6 FM – Indonesia sejatinya disusun dari tenun berbagai warna ragam budaya, adat, dan agama. Salah satu gejala yang harus diwaspadai pada tahun politik 2018 dan 2019 untuk menjaga tenunan itu adalah merapuhnya ketahanan sosial (social resilience). Jika tidak diwaspadai, kemerosotan ketahanan sosial dapat mempengaruhi ketahanan nasional (national resilience) secara keseluruhan.

Demikian dikemukakan Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra dalam Analisis Politiknya di harian Kompas, Kamis (15/03/2018). Menurut Azyumardi, sumber ancaman ketahanan sosial bisa bermacam-macam. Kesenjangan ekonomi, kemiskinan, dan pengangguran adalah salah satu penyebab laten merosotnya ketahanan sosial.

Peningkatan eskalasi politik yang cenderung devisif dalam pilkada 2018 dan pilpres 2019 dinilai dapat merusak kohesi sosial serta tercabiknya tenunan keutuhan dan kesatuan warga. Upaya pencegahan eskalasi politik ini sudah dilakukan dengan deklarasi damai di antara para calon yang terlibat dalam kontestasi pilkada beserta partai politik dan warga pendukung calon.

Lantas, di tengah eskalasi politik yang kian menghangat jelang pilkada dan pilpres, bagaimana memperkukuh Ketahanan Sosial atau Social Resilient? Upaya preventif apa yang mesti dilakukan segenap komponen bangsa? Sudah cukupkah perangkat aturan yang ada dalam upaya membentengi keutuhan warga dari segala bentuk ancaman polarisasi akibat politik pilkada?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang kita akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya Prof ABdul A’la dan Guru Besar Sosiologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Prof Sunyoto Usman. [Heri CS]

Berikut diskusinya: