Menagih Peran Cendekiawan dalam Upaya Keluar dari Jebakan Negara Berpenghasilan Menengah?

Semarang, Idola 92.6 FM – Pemerintah saat ini tengah berupaya agar Indonesia bisa keluar dari perangkap pendapatan kelas menengah (Middle Income Trap). Namun, agar bisa keluar dari perangkap ini, transaksi berjalan (current account) Indonesia harus suplus.

Menurut data BI, transaksi berjalan Indonesia masih defisit 1,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2017. Agar ini bisa mencapai surplus, pemerintah harus bekerja keras memperbaiki transaksi berjalan Indonesia. Saat ini, pendapatan per kapita Indonesia sebesar USD 3.900. Meski telah berada pada kategori menengah, namun levelnya masih yang terbawah.

Jika ingin naik level menjadi negara berpendapatan tinggi, lanjut dia, maka pertumbuhan per kapita Indonesia harus mencapai rata-rata 5,42 persen per tahun. Namun, sejak krisis ekonomi 1998, pertumbuhan per kapita Indonesia stagnan di kisaran 3,5 persen per tahun.

Nah, baru-baru ini, dalam momentum Silaturahmi Kerja Nasional Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) akhir pekan lalu mengemuka bahwa untuk keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah, Negara kita membutuhkan teknologi dan mempercepat tumbuhnya wirausaha. Dan, untuk mewujudkan itu, salah satu pilar penting adalah cendekiawan.

Menurut Wapres Jusuf Kalla dalam kesempatan itu, belajar dari pengalaman Negara-negara maju, penguasaan teknologi dan tumbuhnya wirausaha telah membawa lompatan kemakmuran bagi suatu Negara meskipun bukan tanpa persoalan.

Dalam lompatan itu, peran cendekiawan sangat penting sebagai agen perubahan. JK meminta cendekiawan berbuat nyata ikut memakmurkan rakyat. Caranya secara aktif dan konkret mendorong ilmuwan dan wirausaha untuk berkarya. Wapres mengingatkan, persoalan bangsa tidak dapat diselesaikan hanya melalui konferensi tanpa diikuti langkah konkret.

Lantas, menagih peran cendekiawan, hal konkret apa yang bisa dilakukan kaum Cendekiawan untuk mempercepat kita bisa keluar dari negara berpenghasilan menengah sehingga menuju Negara maju? Benarkah, belum ada jembatan yang efektif di antara cendekiawan, pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama mengatasi persoalan ini? Apa tantangan terbesarnya?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro (Guru Besar ITB/ Direktur SDM dan Pengembangan Kapasitas pada Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas) dan Rektor Universitas Al Azhar Indonesia Prof Asep Saefuddin. (Heri CS)

Berikut diskusinya: