Menakar Bitcoin: Implikasi dan Mengapa Dilarang BI?

Semarang, Idola 92.6 FM – Bitcoin dan mata uang digital (cryptocurrency) belakangan kian populer di Indonesia. Namun begitu, tidak sedikit orang yang mempertanyakan masa depan mata uang digital, terutama terkait dengan fluktuasi harga dan keamanan bertransaksi.

Menanggapi hal itu, CEO Bitcoin Indonesia, Oscar Dermawan menyatakan bahwa cryptocurrency adalah pencapaian teknologi luar biasa. Oscar mengungkapkan ada beberapa alasan yang membuat mata uang digital berbeda dengan versi konvensional. Salah satu alasannya, lantaran Bitcoin dan mata uang digital lainnya memanfaatkan sistem yang bisa berjalan tanpa bergantung kepada server yang terpusat. Seluruh servernya terdesentralisasi dan seluruh transaksinya terverifikasi secara otomatis tanpa campur tangan manusia.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa virtual currency termasuk bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia. Dalam keterangan persnya BI menyebutkan, pelarangan tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh NKRI dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah.

Menurut BI, pemilikan virtual currency sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, dan tidak terdapat administrator resmi. Oleh karena itu, BI memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli atau memperdagangkan virtual currency.

Nah, apa sebenarnya bitcoin? Apa implikasinya? Apa alasan BI melarang bitcoin digunakan sebagai alat transaksi di Indonesia? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola 92.6 FM mewawancara Kepala pusat program transformasi BI, Onny Wijanarko. (Heri CS)

Berikut Wawancaranya: