Mendorong Terobosan Baru Mengatasi Korupsi

Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Memberantas korupsi seolah masih seperti menggantang asap di Indonesia. Apa pasal? Segala upaya baik preventif maupun kuratif seolah telah dilakukan dengan segenap upaya oleh KPK. Namun, makin banyak koruptor ditangkap makin banyak pula koruptor mengakali dengan segala cara. Sehingga dibutuhkan terobosan hukum untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku korupsi. Hukuman penjara mesti dioptimalkan dan dilengkapi dengan hukuman lain seperti perampasan aset koruptor, pencabutan hak politik serta hak finansial untuk koruptor juga menjadi wacana yang patut dipertimbangkan.

Hasil kajian Indonesia Corrption Watch (ICW) yang dipublikasikan pada Kamis (3/5/2018) lalu menunjukkan, lama hukuman penjara untuk koruptor pada tahun 2017 rata-rata hanya 2 tahun 2 bulan. Ya, hanya 2 tahun 2 bulan. Ini artinya, lama rata-rata hukuman untuk koruptor tersebut sama dengan kondisi tahun lalu.

Vonis rendah itu berjalan seiring dengan rendahnya tuntutan jaksa penuntut umum. ICW mencatat, sepanjang semester kedua tahun 2017, rata-rata tuntutan jaksa dalam perkara korupsi adalah 3 tahun 2 bulan. Pada saat yang sama, bentuk hukuman lain kepada koruptor yakni pengembalian kerugian negara, juga belum memulihkan total kerugian Negara akibat korupsi.

Lantas, terobosan seperti apa yang diperlukan untuk mengatasi korupsi? Sejauh mana upaya yang telah dilakukan KPK dan penegak hukum lainnya sehingga kasus korupsi seolah makin masif? Lalu, wacana penerapan sanksi finansial melalui perhitungan biaya sosial korupsi—apakah juga relevan segera diimplementasikan?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Tama S. Langkun (Kepala Divisi Monitoring Peradilan ICW) dan Rimawan Pradiptyo (Ahli Ekonomika Kriminalitas/Kepala Laboratorium Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. [Heri CS]

Berikut diskusinya: