Menyiapkan Generasi Unggul agar Mampu Bersaing di Zaman Kreatif

Semarang, Idola 92.6 FM – Perjalanan peradaban manusia melalui zaman agraris, industri, informasi dan kini zaman kreatif. Kita dituntut menguasai kemampuan unik di setiap zaman agar bisa bersaing. Apa kemampuan agar kita bisa bersaing di zaman kreatif?

Generasi kakek kita mengidamkan bekerja di sebuah gedung mulai dari pertama kerja hingga pensiun. Generasi ayah kita mengidamkan pekerjaan tetap yang rutin bekerja dari jam 8 hingga jam 17 tapi generasi saat ini berharap pekerjaan yang fleksibel, tidak monoton dan bisa mengekspresikan potensi diri.

Kita hidup dalam zaman yang terus bergerak dan mengalami perubahan. Zaman kakek kita bukan zaman ayah kita dan bukan zaman kita. Zaman kakek-nenek kita hanya negara yang mampu mengglobal dalam bentuk penjajahan (Globalisasi 1.0). Zaman ayah kita hanya perusahaan besar yang mampu mengglobal dalam bentuk ekspansi pasar (Globalisasi 2.0).

Zaman kita? Setiap orang bisa mengglobal berkat internet dan media social. Setiap orang bisa berkreasi dan mengekspresikannya secara luas. Inilah Zaman Kreatif. Inilah Globalisasi 3.0. Setiap zaman tersebut membutuhkan kapasitas yang berbeda untuk sukses.

Dalam era industri dan informasi, dunia kerja itu rutin, sistematis dan efisien. Kemampuan otak kiri sangat dibutuhkan untuk itu. Pekerjaan mencari siapa yang bisa mengerjakan lebih cepat dan lebih murah. Oleh karena itu, sistem pendidikan dan organisasi kerja kita didesain untuk memenuhi kebutuhan kedua jaman tersebut.

Tapi, di zaman kreatif atau era konseptual, menurut, Daniel H. Pink dalam bukunya A Whole New Mind, dibutuhkan 6 kapasitas baru agar kita bisa bersaing. Enam kapasitas itu adalah sinergi antara otak kiri dan otak kanan yang melahirkan high concept – high touch. Enam kapasitas yang menuntut kita mengimajinasikan ulang sistem pendidikan, karir dan organisasi kerja kita.

High Concept – High Touch (Ilustrasi)

Daniel H. Pink, menuliskan buku A Whole New Mind, sebenarnya sebagai sebuah peringatan bagi bangsa Amerika Serikat agar tidak tertinggal oleh bangsa-bangsa Asia. Nah, karena kita bisa baca buku itu, memgapa tidak kita belajar untuk menguasai 6 kapasitas itu sehingga bisa bersaing di jaman kreatif?

Sekarang, apa saja 6 kapasitas itu? Pertama, bukan hanya fungsi tetapi juga desain. Kedua, bukan hanya argumen tetapi juga cerita (narasi). Ketiga, bukan hanya fokus tetapi juga simponi. Keempat, bukan hanya logis tetapi juga empati. Kelima, bukan hanya keseriusan tetapi juga bermain. Bukan hanya akumulasi tetapi juga makna.

Lantas, pertanyaannya, apa yang bisa kita lakukan agar bisa menguasai 6 kapasitas itu untuk bersaing di zaman kreatif? Lalu, bagaimana dengan pendidikan kita dewasa ini? Sudahkah mulai menawarkan hal itu dan menyesuaikan tuntutan zaman kreatif itu? Penyesuaian seperti apa yang diperlukan di dunia pendidikan agar kita unggul di dalam persaingan di Zaman Kreatif?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Anggi Afriansyah (Peneliti di Pusat Penelitian Kependudukan LIPI), Mohammad Abduhzen (Direktur Eksekutif Institute for Education Reform Universitas Paramadina), dan Dewi Minangsari (Counselor, lecturer, growth facilitator and spiritual journey). [Heri CS]

Berikut diskusinya: