Menyoroti Ratusan Bakal Caleg Mantan Napi Korupsi

Semarang, Idola 92.6 FM – Politik sesungguhnya berfungsi menjamin atau memastikan terdistribusikannya keadilan sosial bagi masyarakat. Dalam posisi ini, bisa diibaratkan, politisi adalahthe great teacher. Sebuah profesi yang bukan main-main. Ada kesadaran dan tujuan mulia. Bukan semata mencari kekuasaan atau jabatan politik praktis. Namun,kita melihat, praktik itu masih jauh dari harapan.

Mantan napi korupsi masih banyak dicalonkan oleh partai politik sebagai calon anggota DPRD di tingkat provinsi ataupun kabupaten/ kota. Hal ini menjadi salah satu indikator bahwa partai politik tetap memaksakan diri mengusung caleg bermasalah kendati regulasi sudah membatasinya.

Berdasarkan data sementara yang dihimpun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hingga Rabu 25 Juli lalu, ada 199 bakal calon anggota DPRD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang merupakan mantan napi korupsi. Dari jumlah itu, sebanyak 30 orang dicalonkan untuk memperebutkan kursi DPRD provinsi, 148 orang dicalonkan di DPRD kabupaten, dan 21 orang dicalonkan di DPRD Kota. Calon tersebut tersebar di 9 provinsi, 93 kabupaten, dan 12 kota di Indonesia.

[Ilustrasi: beritagar.id]

Anggota Bawaslu M Affifuddin menyayangkan masih ada partai politik yang sudah menandatangani pakta integritas untuk tidak mencalonkan orang bermasalah dengan kasus korupsi tetapi tetap saja mencalonkan mantan napi korupsi. Ini berarti partai tidak menepati apa yang sudah ditandatangani dan disepakati dalam pakta integritas.

Lantas, melihat fenomena ratusan bakal caleg mantan napi korupsi, apa yang terjadi dengan sistem dan kaderisasi partai politik? Begitu sulitkah partai politik mencari kader terbaik dan berintegritas? Di balik ini semua, apa yang terjadi dengan parpol yang seolah masih tutup mata dengan kader bermasalah?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Wahyu Setiyawan (Komisioner KPU RI) dan Prof Tulus Warsito (Direktur Program Magister Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta). [Heri CS]

Berikut diskusinya: