PTUN Tolak Gugatan HTI, Bagaimana Dampak Putusan Ini Bagi Kebebasan Berserikat dan Berekspresi di Indonesia Ke Depan?

Semarang, Idola 92.6 FM – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta menolak gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) soal pembubaran organisasi massa tersebut oleh pemerintah. Dengan ditolaknya gugatan tersebut, HTI dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia.

Majelis hakim menganggap Surat Keputusan tersebut sah karena HTI terbukti melakukan upaya mendirikan negara khilafah. Dengan demikian, HTI tetap berstatus ormas terlarang di Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.

Sidang putusan dipimpin oleh Hakim Ketua Tri Cahya Indra Permana dengan hakim anggota antara lain Nelvy Christin, dan Roni Erry Saputro. Sengketa antara pemerintah dengan HTI dimulai pada Mei 2017 lalu. Mulanya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyatakan pemerintah bakal mengambil langkah hukum secara tegas untuk membubarkan HTI. Wiranto menyatakan hal tersebut pada 8 Mei 2017.

Langkah itu dinilai perlu lantaran menganggap HTI memiliki visi dan misi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, yakni bertekad mengubah sistem pemerintahan Indonesia menjadi sistem khilafah. HTI memastikan bakal mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menolak gugatannya dalam sidang putusan yang baru saja dihelat.

Lantas, bagaimana dampak putusan ini bagi kebebasan berserikat dan berekspresi di Indonesia ke depan? Akankah ini menjadi semacam ancaman kebebasan berekspresi bagi ormas di masa yang akan datang? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara aktivis HAM Haris Azhar. [Heri CS]

Berikut wawancaranya: