Rencana Reklamasi Teluk Benoa Bali Dihentikan

Semarang, Idola 92.6 FM – Rencana reklamasi Teluk Benoa Denpasar Bali terhenti. Itu menjadi ujung dari penolakan masyarakat adat sejak tahun 2014 silam. Warga menanti ketegasan Presiden mencabut Peraturan Presiden No 51 tahun 2014.

Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali terpilih Wayah Koster-Tjok Oka Artha Ardana Sukawati menyatakan, rencana reklamasi Teluk Benoa harus dihentikan. Semua pihak terkait, mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah setempat dan pihak lain yang berwenang diminta menghentikan proses dalam bentuk apapun terkait rencana reklamasi kawasan Teluk Benoa.

Diketahui, dari awal rencana reklamasi, ForBali telah menolak rencana tersebut. Sebanyak 39 desa dat sepakat menolak reklamasi Teluk Benoa. Mereka mendesak agar status Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita) dipertahankan sebagai wilayah konservasi.

Dari 15 desa adat di sekeliling Teluk Benoa, masyarakat satu desa adat yang terdiri atas satu banjar tidak menyatakan sikap. Dukungan juga mengalir dari para seniman, pegiat lingkungan, dan sebagainya. Rencana reklamasi Teluk Benoa lahir menyusul Peraturan Presiden RI Nomo 51 tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 45 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan. Dalam perpres yang diterbitkan Presiden SBY menjelang berakhirnya masa jabatannya, fungsi zona konservasi diubah menjadi zona budidaya.

Lantas, apakah ini membuktikan bahwa gerakan civil society untuk sebuah isu kebajikan pada semesta benar-benar memiliki kekuatan besar? Bagaimana mestinya kita mengawal kebijakan terkait isu lingkungan hidup? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara aktivis, musisi, penulis dan petani Gede Robi Supriyanto. [Heri CS]

Berikut diskusinya: