Soal Stunting, Kemenkes Butuh Keberhasilan Germas di Tengah Masyarakat

Semarang – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, pada 2017 kemarin ada sembilan juta anak di Indonesia mengalami stunting atau permasalahan kurang gizi kronis.

Kepala Seksi Penyebarluasan Informasi Kesehatan Kemenkes Dra. Pimanih, M.Kes mengatakan stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita, akibat kekurangan gizi kronis. Sehingga, perkembangan anak pada usianya lambat.

Menurutnya, kondisi kekurangan gizi sudah terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah lahir.

Biasanya, jelas Pimanih, stunting baru terlihat setelah anak berusia dua tahun. Stunting ini berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit dan menurunkan produktivitas.

Pimanih menjelaskan, dari Kemenkes sebenarnya sudah menggiatkan penanganan stunting. Tidak hanya pemberian makanan tambahan, tetapi juga edukasi kepada masyarakat. Namun, faktor eksternal di lingkungan masyarakat memberikan pengaruh terhadap persoalan stunting. Salah satunya tentang kebersihan sanitas dan fasilitas air bersih.

Sehingga, lanjut Pimanih, dengan program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) mengajak masyarakat untuk ikut mencegah stunting.

“Masalah stunting, Kemenkes sudah kasih gizi segala macam ternyata lingkungannya engga sehat, air bersih engga ada dan sanitasi juga engga layak. Akibatnya apa, anak-anak sering sakit. Apa yang dia makan bikin diare. Artinya, itulah akibatnya anak-abak kurang gizi kronis,” kata Pimanih di Tegal.

Lebih lanjut Pimanih menjelaskan, pada 2019 mendatang Kemenkes menargetkn penurunan angka prevaalensi stunting hingga 28 persen dari sebelumnya 37,2 persen di 2017. (Bud)