Akankah Perang Melawan Korupsi Memasuki Babak baru melalui Pemidanaan Partai Politik dan Korporasi?

Semarang, Idola 92.6 FM – Berbagai upaya terus dilakukan negara dalam upaya memberantas korupsi. Namun, seperti kita ketahui, kejahatan korupsi seolah telah mendarah daging dalam setiap sendi kehidupan baik struktural maupun kultural. Bisa diibaratkan, koruptor yang tertangkap KPK hanya seolah menunggu giliran.

Nah, dalam situasi semacam ini, sejumlah ahli pidana, pegiat anti korupsi, dan akademisi terus mencari terobosan untuk mengatasi korupsi terutama dari aspek pencegahan. Salah satunya, wacana pemidanaan partai politik dan korporasi.

Wacana tersebut mengemuka bukan tanpa alasan. Sebab, tercacat beberapa ketua umum parpol besar ditangkap KPK karena terlibat kasus korupsi. Kita ketahui, baru-baru ini, KPK menangkap mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy terkait kasus suap jual beli jabatan di Kemenag. Tak hanya Romy, sebelumnya, sejarah pun mencatat, KPK menganggap tindakan Suryadharma Ali yang terlibat dalam skandal korupsi dana haji sebagai tindakan pribadi bukan sebagai Ketua Umum PPP. Selain itu, hal yang sama juga menimpa mantan ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, mantan Ketua Umum partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan mantan Ketua Umum PKS-Luthfi Hasan Ishaq.

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Romahurmuziy.

Menurut Dedi Haryadi, Staf Ahli Sekretariat Nasional Pencegahan Korupsi dalam opininya di harian Kompas (08/04/2019), keterlibatan langsung pucuk pimpinan partai politik dalam teknis korupsi memperlihatkan adanya pendangkalan modus korupsi. Kalau tindakan Romahurmuziy bersifat pribadi, operasi tangkap tangan dan sekuen kegiatan selanjutnya hanya habituasi, dan rutinitas. Akan tetapi, kalau dianggap sebagai ketua umum PPP, OTT dan rangkaian kegiatan selanjutnya menjadi luar biasa. Itu bisa menjadi pintu masuk bagi pemidanaan dan pembubaran parpol.

Lantas, akankah perang melawan korupsi memasuki babak baru melalui pemidanaan Partai Politik dan Korporasi? Seberapa signifikan dalam upaya memberantas korupsi? Jika dinilai relevan—bagaimana mewujudkannya? Apa pula tantangannya?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni Staf Ahli Sekretariat Nasional Pencegahan Korupsi Dedi Haryadi dan Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko. (Heri CS)

Berikut diskusinya: