Bagaimana Memanfaatkan Momentum Kenaikan IPM di Tengah Ancaman Kesenjangan dan Ketimpangan?

Indeks Pembangunan Manusia

Semarang, Idola 92.6 FM – Ketimpangan pembangunan dan layanan dasar masyarakat dinilai menghambat laju pertambahan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Sebab, IPM tumbuh, tetapi lamban. Meski demikian, pemerataan pembangunan sebagai syarat mendongkrak IPM banyak menghadapi tantangan. Sebagai pengetahuan bersama, IPM sebenarnya merupakan usulan dari pakar ekonomi sebagai indikator untuk mengukur kesejahteraan dan kemakmuran riil suatu bangsa. Sebelumnya, data untuk mengukur kesejaheraan dan kemakmuran sebuah negara—biasanya menggunakan data-data makro seperti pertumbuhan ekonominya.

Merujuk data, kendati pusat ekonomi baru ditumbuhkan, Jawa masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi RI hingga 2045. Lebih dari 57 persen penduduk tinggal di Jawa, hingga layanan dasar pun terpusat di Jawa. Namun, inovasi daerah untuk meningkatkan mutu layanan dasar dan kesejahteraan warganya pun berjalan lambat.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)—Rusli Abdullah mengemukakan, investasi SDM mutlak perlu guna mendongkrak IPM. Namun, investasi pendidikan dan kesehatan akan memberikan hasil lama. Peningkatan pendapatan per kapita bisa mendongkrak IPM secara cepat. Namun, laju pendapatan akan melambat jika terjadi ketimpangan pendidikan dan kesehatan.

Diketahui, sebelumnya, Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) pertama kali memasukkan IPM Indonesia tahun 2018 dalam kelompok tinggi. IPM RI peringkat ke-111 dari 189 negara di bawah Malaysia (61) dan Filipina (106). Walau naik dari tahun lalu, kesenjangan layanan pendidikan, kesehatan, teknologi, mitigasi bencana, dan lapangan kerja menjadi penahan. Lalu, bagaimana memanfaatkan momentum kenaikan IPM di tengah ancaman kesenjangan dan ketimpangan? Membahas ini, radio Idola Semarang mewawancara Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah. (Heri CS)

Berikut wawancaranya: