Bagaimana Mengawal Suara dan Menjaga Demokrasi dalam Pemilu Serentak 2019?

Semarang, Idola 92.6 FM – Berbagai gerakan yang umumnya digagas anak muda muncul untuk mengawal Pemilu serentak 2019. Kepedulian dan partisipasi aktif masyarakat dinilai menjadi faktor penting dalam meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia melalui sarana Pemilu. Sebab, gerakan nonpartisan ini juga bertujuan menjaga integritas Pemilu.

Kita ketahui, Pemilu 2019 memiliki tantangan kompleksitas penyelenggaraan yang berbeda dari Pemilu-pemilu sebelumnya. Karena itu, dari sisi teknis, KPU dan Bawaslu perlu dikawal. Selain itu, dari sisi non teknis, pemilu saat ini juga cenderung diwarnai kuatnya polarisasi politik.

Di sisi lain, kita juga tak bisa menafikan munculnya kekhawatiran sejumlah pihak akan potensi kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu. Hal itu misalnya, tercermin dari sejumlah kabar bohong atau hoax yang sengaja diembuskan untuk mendelegitimasi serta meruntuhkan kepercayaan atas pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil oleh KPU.

Meski begitu, hal itu tak perlu membuat kita menjadi paranoid meskipun harus disikapi secara proporsional. Sebab, sejatinya, Pilpres yang dilaksanakan setiap lima tahun merupakan pesta demokrasi bagi seluruh rakyat Indonesia—bukan segelintir elit atau kontestan Pemilu. Layaknya setiap pesta, kegembiraanlah yang harus terpancar, bukan sebaliknya kekhawatiran, ketakutan, hingga kecurigaan yang tak perlu. Kalah atau menang merupakan konsekuensi dalam pertarungan politik dan siapa pun harus siap menghadapinya.

Kita justru mengapresiasi apa yang dilakukan sejumlah kelompok masyarakat sipil dalam upaya menjaga dan mengawal demokrasi selama perhelatan Pemilu. Salah satu gerakan itu yakni Gerakan Kawal Pemilu Jaga Suara (KPJS) 2019. Gerakan KPJS 2019 diinisiasi sejumlah kelompok gerakan sipil seperti Network for for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP). Dalam pemantauan tahapan Pemilu, Netgrit tidak sendirian. Kelompok pemantauan juga dibentuk elemen masyarakat sipil lainnya, seperti gerakan Teman Rakyat yang memantau rekam jejak calon anggota legislative.

Lantas, bagaimana mengawal suara dan menjaga demokrasi di tengah kekhawatiran penyelenggaraan Pemilu 2019? Haruskah Pemilu melibatkan pengawas internasional? Di mana saja area kritis yang potensial menimbulkan kecurangan yang perlu diawasi?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Teuku Radja Sjahnan (Pendiri, sekaligus koordinator litbang dan teknis Jari Ungu) dan Ferry Kurnia Rizkiyansyah (Mantan komisioner KPU/ Penelit Senior di Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit)). (Heri CS)

Berikut diskusinya:

Artikel sebelumnyaBagaimana Mengoptimalkan Gerakan Literasi Sekolah di Tengah masih minimnya Bahan Bacaan?
Artikel selanjutnyaCegah Stunting, IDAI Imbau Orang Tua Pantau Perkembangan Anak Sejak Dini