BPJS Kesehatan Beri Penjelasan Soal Urun Biaya dan Selisih Biaya JKN-KIS

Semarang, Idola 92.6 FM – Program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) memasuki program kelima, dan Memasuki tahun kelima, Kementerian Kesehatan melalui BPJS Kesehatan menjelaskan soal ketentuan urun biaya dan selisih biaya JKN-KIS, untuk menekan potensi penyalahgunaan pelayanan di fasilitas kesehatan.

Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan dalam Permenkes Nomor 51 Tahun 2018, jenis pelayanan kesehatan yang bisa menimbulkan penyalahgunaan dalam Program JKN-KIS, sudah ditetapkan Kementerian Kesehatan.

Menurutnya, ketentuan urun biaya diberlakukan bagi jenis pelayanan kesehatan yang bisa menimbulkan penyalahgunaan pelayanan dalam program JKN-KIS.

Penetapan jenis-jenis pelayanan kesehatan, jelas Iqbal, dilakukan berdasarkan usulan dari BPJS Kesehatan, organisasi profesi, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan.

“Saat ini, urun biaya memang masih belum diberlakukan karena dalam proses pembahasan jenis pelayanan apa saja yang akan dikenakan urun biaya. Tentu, usulan itu harus disertai data dan analisis pendukung yang bisa dipertanggungjawabkan. Selanjutnya, Kementerian Kesehatan membentuk tim yang terdiri atas pengusul tersebut dan akademisi serta pihak terkait lainnya, untuk melaksanakan kajian, uji publik, dan membuat rekomendasi,” kata Iqbal dikutip dari rilis.

Lebih lanjut Iqbal menjelaskan, fasilitas kesehatan wajib menginformasikan jenis pelayanan yang dikenai urun biaya dan estimasi besarannya kepada peserta. Aturan besaran urun biaya tersebut, berbeda antara rawat jalan dengan rawat inap. Sehingga ke depan, peserta atau keluarganya harus memberikan persetujuan kesediaan membayar urun biaya sebelum mendapatkan pelayanan.

“Nantinya, untuk rawat jalan besarannya Rp20 ribu setiap kali kunjungan di RS kelas A, dan RS kelas B sebesar Rp10 ribu setiap kali kunjungan rawat jalan di RS kelas C. Sedangkan RS kelas D dan klinik utama paling tinggi Rp350 ribu, untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam waktu tiga bulan. Nominal ini terbilang kecil, daripada total biaya pelayanan yang diperoleh peserta,” jelas Iqbal.

Sedangkan untuk rawat inap, lanjut Iqbal, besaran urun biayanya sebesar 10 persen dari biaya pelayanan dihitung dari total tarif INA CBG’s setiap kali melakukan rawat inap. Atau, paling tinggi Rp30 juta.

“BPJS Kesehatan akan membayar klaim RS, dikurangi besaran urun biaya tersebut. Urun biaya dibayarkan peserta kepada fasilitas kesehatan, setelah pelayanan kesehatan diberikan. Ketentuan urun biaya ini tidak berlaku bagi peserta JKN-KIS dari segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI), dan penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah,” tegasnya.

Soal aturan bagi peserta yang akan meningkatkan kelas perawatan lebih tinggi dari haknya, jelas Iqbal, permenkes tersebut tidak melarang peningkatan hak kelas rawat di rumah sakit. Meski demikian, ada konsekuensi pembayaran selisih biaya yang harus ditanggung peserta JKN-KIS yang bersangkutan.

“Peningkatan kelas perawatan tersebut hanya bisa dilakukan satu tingkat lebih tinggi, dari kelas yang menjadi hak kelas peserta. Pembayaran selisih biayanya bisa dilakukan secara mandiri dari peserta, pemberi kerja atau melalui asuransi kesehatan tambahan,” pungkasnya. (Bud)