Di Tengah Redupya Semangat Pemberantasan Korupsi, Masihkah Perang Terhadap Korupsi Perlu Terus Dikobarkan?

Semarang, Idola 92.6 FM – Kita kini seolah memasuki senjakala dalam upaya pemberantasan korupsi. Cahaya pemberantasan korupsi seolah kian redup. Hal itu misalnya, bisa dilihat dari berlakunya UU KPK. Di tengah penantian publik akan Perppu KPK, kita justru melihat kecenderungan putusan peninjauan kembali atau PK di Mahkamah Agung (MA) meringankan terpidana korupsi. Ini dikhawatirkan dapat menciderai kepercayaan publik dalam upaya pemberantasan korupsi.

Melihat MA saat ini, kita kini seolah merindukan sosok hakim seperti Artidjo Alkostar. Kita ingat, semasa menjadi hakim agung, Artidjo yang pernah menjabat sebagai ketua Kamar Pidana MA dikenal sebagai hakim agung yang jarang meringankan hukuman terdakwa korupsi. Sebaliknya, ia cenderung memperberat hukuman mereka. Namun kini, Artidjo telah memasuki masa purnabakti pada Mei 2018 lalu.

Kondisi tersebut sedikit berbeda saat ini. Beberapa kali, MA menjatuhkan putusan yang lebih ringan terhadap para terdakwa korupsi. Yang terakhir, Jumat (1/11/2019) lalu, MA dalam putusan PK mengurangi hukuman mantan anggota DPRD DKI Jakarta M Sanusi, dari 10 tahun penjara menjadi 7 tahun penjara.

Lantas, di tengah situasi berlakunya UU KPK dan kecenderungan PK di MA yang selalu meringankan terpidana korupsi, masihkah perang terhadap korupsi perlu terus dikobarkan? Benarkah pula kini mulai terjadi pergeseran paradigma yang tidak lagi menganggap korupsi sebagai kejahatan luar biasa?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Donal Fariz (Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW)) dan Abdul fickar Hadjar (Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta). (Heri CS)

Berikut diskusinya: