Indeks Demokrasi Indonesia Membaik Namun Muncul Tantangan Friksi Horizontal, Bagaimana Menyikapi Hal Ini?

Semarang, Idola 92.6 FM – Indeks Demokrasi Indonesia tahun 2018 sedikit membaik daripada tahun sebelumnya. Namun dari hasil indeks juga mengindikasikan memburuknya friksi di masyarakat. Friksi horizontal di tengah masyarakat yang muncul, salah satunya akibat ekses dari kontestasi politik.

Sejumlah pihak menilai, hal ini perlu mendapat perhatian serius dari para pemangku kepentingan di Indonesia. Sebab, tak hanya menyebabkan kemerosotan substansi demokrasi, friksi berkepanjangan juga mengancam kohesi sosial yang menjadi pengikat Indonesia.

Merujuk Kompas (30/07/2019), berdasarkan Indeks Demokrasi Indonesia tahun 2018 yang diluncurkan BPS di Jakarta Senin (29/07/2019 ) lalu menunjukkan demokrasi Indonesia (IDI) sedikit membaik. Hanya di sisi lain, Indeks juga mengindikasikan memburuknya friksi di masyarakat.

Hal itu antara lain terlihat dari memburuknya indikator ancaman atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan masyarakat lain untuk berpendapat (turun 5,51 poin dibandingkan dengan 2017) serta untuk berkumpul dan berserikat (turun 7,91). Di sisi lain, indikator ancaman atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat karena latar belakang, jender, etnis dan kelompok, membaik. Kompetisi pada Pemilu yang tajam diduga turut berkontribusi pada meningkatnya friksi antarmasyarakat.

Lalu, hasilnya Indeks Demokrasi kita sedikit membaik namun juga mengindikasikan memburuknya friksi di masyarakat. Apa artinya ini? Apa yang membuat demokrasi kita masih belum menyentuh demokrasi substansial? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Firman Noor. (Heri CS)

Berikut wawancaranya: