Memaknai Esensi Ramadan dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia

Semarang, Idola 92.6 FM – Agama dirancang sebagai upaya menyemai damai dan kebaikan pada alam semesta. Agama samawi tidak dirancang oleh Tuhan hanya untuk iseng semata. Melalui ajaran dan nilai-nilai di dalamnya, setiap umat diharapkan tak semata menjalankan ritual ibadah. Lebih dari itu, ibadah yang dilakukan dengan penuh kesadaran itu diharapkan mampu menempa setiap manusia menjadi insan kamil dan khalifah di muka bumi. Agama menuntun manusia pada kebajikan semesta atau rahmatal lil alamin.

Dalam konteks Ramadan, sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam Surat Al Baqoroh ayat 183, puasa diwajibkan bagi orang beriman agar mendapatkan kedudukan takwa di sisi-Nya. Hal itu bisa dimaknai, puasa yang kita lakukan, tidak saja menahan lapar, dahaga dan hasrat biologis. Namun juga menahan panca indra dan hati dari perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Semua hal tersebut dilakukan dalam rangka menggapai kedudukan takwa.

Esensi Ramadan sesungguhnya mengundang orang-orang beriman untuk menjalankan ibadah puasa dan bermuara pada takwa. Takwa dimaknai sebagai rasa takut pada Tuhan sehingga kemudian begitu berhati-hati dalam menjalani laku hidup—agar tak menyimpang dari ajaran—agar tak melakukan yang dilarang agama. Sahabat Abu Hurairah mengilustrasikan, takwa seperti orang yang berjalan di atas jalan berduri.

Kedudukan takwa ini menjadi target tahunan dari kaum mukminin dengan pelaksanaan puasa Ramadan. Namun, jika dikaitkan dengan situasi politik dan hukum terkini kita pun melihat. Bahwa ternyata di antara mereka yang melakoni ibadah rutin Ramadan dari tahun ke tahun juga tak bisa terhindar dari perilaku yang dilarang agama yakni korupsi. Apa yang mereka lakukan tak sejajar-sebangun dengan esensi Ramadan. Dan, kita pun bertanya-tanya—bagaimana hal itu bisa terjadi?

Lantas, memaknai esensi Ramadan dalam konteks pembangunan Sumber Daya Manusia—bagaimana korelasi puasa dengan pembangunan SDM kita dalam meningkatkan Iman, Amanah, dan Takwa? Apa sesungguhnya faktor kunci dalam upaya kita menggapai nilai-nilai Ramadan yang hakiki?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Rektor UIN Walisongo Semarang Prof Muhibbin, MA dan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya Prof Masdar Hilmy. (Heri CS)

Berikut diskusinya: