Membaca Arah Pidato Jokowi Pasca Pelantikan sebagai Presiden RI?

Jokowi

Semarang, Idola 92.6 – Joko Widodo dan Ma’ruf Amin resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024 Minggu lalu. Dalam pidato pelantikan, di hadapan majelis permusyawaratan rakyat, Presiden menekankan pentingnya kerja keras, kerja cepat, mengembangkan cara-cara baru, serta mendobrak rutinitas dan produktivitas. Presiden menegaskan sudah saatnya inovasi menjadi bagian dari bangsa guna mencapai Indonesia maju saat satu abad perayaan kemerdekaan Indonesia pada 2045.

Semangat bekerja lebih keras itu mirip dengan isi pidato Jokowi saat dilantik untuk periode pertamanya. Saat itu, Jokowi menekankan pentingnya semangat bekerja pada semua aparat lembaga negara dengan ungkapan, “Bekerja, bekerja, dan bekerja”. Namun kini, selain bekerja keras dan cepat, hal lainnya yakni bekerja yang berorientasi pada hasil nyata yang dirasakan rakyat.

Meski demikian, Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor menilai pidato perdana Presiden Jokowi seusai pelantikan mencerminkan arah pemerintahan yang mengarah pada pembangunan ala era Orde Baru.

Dalam pidato tersebut, Jokowi sama sekali tak menyinggung masalah hukum, HAM, pemberantasan korupsi, dan penguatan demokrasi. Firman menyayangkan pidato Jokowi yang seakan tak menaruh perhatian terhadap masalah hukum, HAM, demokrasi, dan pemberantasan korupsi. Padahal empat hal itu merupakan masalah pokok yang juga berkaitan dengan Pancasila dan kemanusiaan.

Lantas, membaca arah pidato Jokowi pasca pelantikan sebagai Presiden RI Joko Widodo periode kedua? Sudahkah narasi yang dibangun mencerminkan arah perbaikan sesuai kebutuhan bangsa dan harapan publik ke depan? Akan adanya pergeseran nomenklatur kabinet—seberapa efektif merespons persoalan?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Bhima Yudistira Adhinegara (pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF); Firman Noor (kepala Pusat Penelitian Politik LIPI); dan Azmi Syahputra (ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha)/ Dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno). (Heri CS)

Berikut diskusinya: