Membaca Teror Bom KPK!

Semarang, Idola 92.6 FM – Teror bom molotov menimpa Ketua dan Wakil Ketua KPK Rabu (09/01/2019). Rumah Ketua KPK Agus Rahardjo di Bekasi, Jawa Barat diteror benda diduga bom Molotov selang beberapa jam setelah pelemparan benda diduga bom molotov ke rumah Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Kalibata, Jakarta Selatan.

Penyidik dari Polda Metro Jaya dengan bantuan dari Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri sudah diterjunkan ke lapangan untuk melakukan olah tempat kejadian perkara dan mengumpulkan barang bukti. Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) mengutuk teror yang ditujukan pada dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Laode M Syarif. BW juga menyinggung soal teror yang dialami penyidik senior KPK Novel Baswedan.

Menurut BW, KPK harus membangun sistem yang dapat menangkal teror. Sebab, BW menyebut upaya pemberantasan korupsi yang semakin keras berbanding lurus dengan perlawanan balik dari koruptor. Sebelumnya, kediaman Ketua KPK Agus Rahardjo diteror dengan ditemukannya tas berisi benda mirip bom pipa. Sedangkan di rumah Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dilempar 2 bom molotov oleh orang tak dikenal. Kejadian itu menyebabkan dinding bagian depan rumah Syarif berjelaga atau berbekas hitam akibat asap. Polisi membentuk tim gabungan untuk menyelidiki teror bom di rumah kedua pimpinan KPK.

Lantas, apakah teror ini ancaman bagi pemberantasan korupsi untuk kesekian kalinya? Bagaimana mestinya KPK membangun sistem keamanan untuk menangkal teror? Melihat peristiwa ini, ke depan, bagaimana mestinya aparat keamanan agar teror semacam ini bisa dicegah dan diantisipasi? Apa pula pelajaran penting dari teror semacam ini bagi para pegiat anti korupsi? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar Hadjar. (Heri CS)

Berikut wawancaranya: