Menakar Pemberian Grasi Presiden Joko Widodo pada Terpidana Korupsi Mantan Gubernur Riau Annas Maamun, Layakkah?

Terpidana Korupsi Annas Maamun
Terpidana Korupsi Annas Maamun.

Semarang, Idola 92.6 FM – Presiden Joko Widodo baru-baru ini memberikan grasi berupa potongan hukuman satu tahun kepada terpidana korupsi, mantan Gubernur Riau Annas Maamun. Grasi yang diberikan berupa pengurangan jumlah pidana dari pidana penjara 7 tahun menjadi pidana penjara selama 6 tahun.Namun, denda Rp200 juta subsuder 6 bulan penjara tetap harus dibayarkan.

Grasi diberikan oleh presiden dengan alasan kemanusiaan. Annas yang saat ini berusia 78 tahun sering sakit-sakitan. Dengan pemberian grasi ini, Annas yang semestinya baru bebas pada 3 Oktober 2021, kini bisa bebas lebih awal.

Berdasarkan hitungan, Annas sudah bisa keluar dari penjara pada 3 Oktober 2020. Keputusan itu disorot sebagian kalangan. Tindakan tersebut dinilai tidak mencerminkan keberpihakan terhadap pemberantasan korupsi.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana kecewa atas sikap Jokowi. Dia berharap Presiden menimbang kembali keputusan itu. Presiden harus segera mencabut Keputusan Presiden yang memberikan grasi kepada terpidana Annas. ICW mempertanyakan dasar pemberian grasi. Terlebih untuk pelaku kejahatan korupsi yang digolongkan sebagai kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Dalam pandangannya, pengurangan hukuman dalam bentuk dan alasan apapun tidak dapat dibenarkan.

Lantas, apakah pemberian grasi ini mengisyaratkan semakin turunnya komitmen presiden dalam pemberantasan korupsi? Alasan kemanusiaan apakah bisa diterima? Guna mendiskusikan polemik ini, radio Idola Semarang mewawancara Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Zaenur Rohman. (Heri CS)

Berikut wawancaranya: