Serikat Pekerja Jateng Sebut Dasar Kenaikan Upah Gunakan Survei 2014

Semarang, Idola 92.6 FM – Pemprov Jawa Tengah pada 1 November sudah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2020, dan Upah Minimum Kabupaten/kota (UMK) 2020 pada 20 November 2019 kemarin. Namun, besaran kenaikan upah sebesar 8,51 persen itu ditolak DPW Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Jateng karen menggunakan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) 2014.

Ketua DPW KSPN Jateng Nanang Setyono mengatakan dasar dari penghitungan kenaikan upah sebesar 8,51 persen itu, dianggap tidak relevan. Sebab, menggunakan hasil survei KHL 2014.

Nanang menjelaskan, pada tahun depan seharusnya Pemprov Jateng sudah membuat kajian komponen KHL sendiri yang menjadi dasar dalam menetapkan UMK 2021. Sehingga, pemprov bisa memertimbangkan kondisi buruh di Jateng dengan tidak hanya melihat PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan saja.

Menurutnya, berdasarkan kajian dari KSPN menyebutkan jika kenaikan sebesar 8,51 persen tidak relevan dengan kondisi buruh saat ini.

“Hasil kajian kami, bahwa kenaikan 8,51 persen sudah tidak relevan lagi. Karena, berdasarkan hasil survei yang kami lakukan ada beberapa alasan untuk mengatakan 8,51 persen itu tidak relevan digunakan sebagai dasar penetapan UMK. Yaitu, KHL yang dimaksud di dalam PP 78 adalah upah tahun berjalan. Sementara, upah tahun berjalan yang jadi dasar KHL di PP 78 itu adalah hasil survei tahun 2014. Ini tidak relevan,” kata Nanang, kemarin.

Lebih lanjut Nanang menjelaskan, kondisi yang paling mendesak untuk dipertimbangkan adalah kebutuhan jaminan sosial. Karena, saat ini yang ditanggung pekerja sebesar empat persen.

“Misalkan pemerintah menaikkan upah Rp160 ribu, maka buruh hanya menikmati kenaikan Rp54 ribu. Sebab, potongan gaji untuk jaminan sosial mencapai Rp104 ribu,” pungkasnya. (Bud)