Mendesak Komitmen Parpol untuk Tidak Mengusung Calon yang terlibat Korupsi

M Tamzil

Semarang, Idola 92.6 FM – Salah satu fungsi parpol yang paling fundamental adalah kaderisasi dan menyiapkan pemimpin bangsa. Tapi dalam praktiknya, parpol juga membutuhkan biaya sehingga cenderung mengusung pihak yang menyediakan mahar.

Kasus terkini yang menjadi sorotan publik adalah ditangkapnya Bupati Kudus non aktif M Tamzil dan delapan orang lainnya dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Jumat pekan lalu. Tamzil yang kini sudah menjadi tersangka, diduga menerima suap terkait jual beli jabatan. Kasus yang menjerat Tamzil ini merupakan kali kedua dalam perjalanan karirnya sebagai kepala daerah.

Sebelumnya, saat menjabat Bupati Kudus periode 2003 hingga 2008, Tamzil pernah melakukan korupsi terkait dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 yang ditangani Kejaksaan Negeri Kudus. Setelah keluar dari penjara, ia kembali mencalonkan diri sebagai bupati Kudus pada Pilkada 2018 lalu dengan diusung Partai Hanura, PPP, dan PKB. Tamzil yang berpasangan dengan Hartopo berhasil memenangkan pilkada.

Lantas, mencermati kasus ini, bagaimana mencegah hal yang sama tersebut terulang? Bagaimana mendesak komitmen Parpol untuk tidak mengusung calon yang terlibat korupsi? Dalam upaya ini, perlukah pencabutan hak politik bagi para koruptor yang bersifat permanen?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Abdul Fikri Faqih (Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)/ Wakil Ketua Komisi X DPR RI) dan Feri Amsari (Pengamat hukum, Direktur Pusat Studi Konstitusi ( Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang. (Heri CS)

Berikut diskusinya: