Mungkinkah Kita Memiliki Jaksa Agung yang Tak Berdimensi Politik?

Semarang, Idola 92.6 FM – Wajah kejaksaan kembali tercoreng. Baru-baru ini, KPK menangkap dua jaksa di kejaksaan tinggi DKI Jakarta terkait dengan penerimaan uang 21.000 dollar Singapura atau setara Rp219 juta. Tertangkapnya oknum kejaksaan dalam dugaan tindak pidana korupsi bukan kali pertama terjadi.

Dalam catatan KPK, selama kurun waktu 2004 – 2018, ada tujuh Jaksa yang terlibat praktik rasuah. Sejumlah kalangan menyoroti kinerja bahkan meminta Jaksa Agung M Prasetyo mundur karena dinilai telah gagal memastikan Kejaksaan bebas dari korupsi sehingga perlu dievaluasi kinerja dan proses pemilihannya.

Pengamat kejaksaan Khairul Imam mengusulkan agar Presiden Joko Widodo memilih Jaksa Agung dari figur yang kompeten, jaksa karir, dan sangat memahami seluk-beluk tata kelola di Kejaksaan Agung. Sehingga dalam kerjanya dapat menegakkan supremasi hukum secara tegas dan berkeadilan. Menurut Khairul, pemilihan Jaksa Agung hendaknya tidak dipilih seperti menteri kabinet yang akan membuat kebijakan dan keputusan politik. Jaksa Agung hendaknya membuat keputusan hukum, bukan keputusan politik.

Lantas, mungkinkah kita memiliki Jaksa Agung yang tak berdimensi politik? Sejauh mana upaya reformasi di institusi kejaksaan? Lalu, sosok Jaksa Agung seperti apa yang ideal ke depan di tengah berbagai tantangan saat ini?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni Komisioner Komisi Kejaksaan RI Indro Sugianto, Praktisi Hukum Yosep Parera, dan Guru Besar Hukum Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho. (Heri CS)

Berikut diskusinya: