Peran dan Tantangan Pers dalam Menguatkan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Digital

Semarang, Idola 92.6 FM – Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) Tahun 2019 menjadi momentum penguatan peran pers sebagai jembatan sekaligus ujung tombak ekonomi kerakyatan berbasis digital. Hari Pers Nasional 2019 mengambil tema “Pers Menguatkan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Digital”.

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, pemilihan tema itu sejalan dengan program pemerintah dalam menunjang ekonomi. “Fokusnya adalah kepada bagaimana kita senantiasa mengentaskan sektor UKM, sektor kerakyatan tapi memanfaatkan digital karena kita tidak bisa menghalangi yang namanya digital ini,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo menyebutkan, tema yang diusung dalam HPN 2019 menjadi ajang evaluasi bagi insan pers untuk terus berbenah di era digital saat ini. Yosep berharap, dengan makin terbukanya akses untuk mengunggah informasi ke publik, tidak dijadikan kesempatan bagi pekerja pers abal-abal untuk mengeruk keuntungan pribadi dengan mengunggah informasi yang tak kredibel.

Terpisah, Ketua AJI Indonesia Abdul Manan menegaskan, masih ada sejumlah tantangan yang dihadapi pers Indonesia. Salah satunya adalah masih kuatnya ancaman terhadap kebebasan pers, baik berupa kekerasan, mulai dari kekerasan fisik hingga pembunuhan dan soal regulasi yang mengancam kebebasan pers. Kasus kekerasan terhadap jurnalis masih tinggi di Indonesia.

Berdasarkan data AJI, jumlah kasus kekerasan sangat tinggi yaitu 64 kasus di tahun 2018, naik dari 60 kasus di tahun 2017. Selain itu, Abdul juga menegaskan pers Indonesia masih menghadapi tantangan soal profesionalisme pers. Faktanya, tingkat pengaduan publik terhadap Dewan Pers soal kinerja media dan jurnalis masih di level tinggi. Pada 2017 jumlah kasusnya lebih dari 400, sementara pada 2016 pengaduan mencapai 721, dan 2015 sebanyak 838.

Lantas, bagaimana mengejawantahkan pers dalam menguatkan ekonomi kerakyatan berbasis digital? Kalau merujuk pada catatan Dewan Pers, apa saja kasus-kasus yang masih menjadi krusial? Ke depan, terlepas dari tema tersebut, apa tantangan terbesar pers di masa mendatang? Kita ketahui, memasuki tahun politik ini, media juga seolah-olah telah terkooptasi dengan tak lagi independen—cenderung masuk dalam suasana dukung mendukung, nah, bagaimana mestinya dan sikap Dewan Pers bagaimana melihat hal ini? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Anggota Dewan Pers Ratna Komala. (Heri CS)

Berikut wawancaranya: