Seberapa Krusial dan Mengapa Satu Suara dalam Proses Demokrasi Begitu Berharganya?

Semarang, Idola 92.6 FM – Mahkamah Konstitusi saat ini akan segera memproses permohonan uji materi yang diajukan masyarakat terhadap sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemilu yang dinilai berpotensi menghilangkan hak pilih warga Negara.

Baru-baru ini, lembaga Integrity (Indrayana Centre for Government, Constitution and Society) mendaftarkan permohonan uji materi ke MK atas UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Permohonan ini menjadi yang kedua didaftarkan ke MK terkait perlindungan hak pilih. Sebelumnya, dua mahasiswa di Bogor Jawa Barat juga mengajukan permohonan uji materi relatif serupa. Senior partner Integrity Denny Indrayana mengingatkan, satu saja suara rakyat hilang, hal itu merupakan pelanggaran konstitusi. Pemohon meminta MK memprioriatskan permohonan mereka dan memutus sebelum pemungutan suara 17 April 2019.

Integrity mewakili enam permohonan uji materi yakni antara lain: Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini; pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity Hadar Nafis Gumay; Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang Feri Amsari; Augus Hendy; dan A Murogi. Augus Hendy dan A murogi merupakan warga binaan di LP Tangerang. Hak pilih keduanya terancam karena selain tidak memiliki TPS khusus di tempat mereka ditahan juga belum memiliki payung hukum.

Diketahui, saat ini, KPU di daerah juga menunggu kebijakan KPU terkait penyediaan surat suara untuk pemilih pindahan yang masuk dalam daftar pemilih tambahan (DPTb). Penyebabnya, di beberapa daerah ada konsentrasi pemilih pindahan di tempat-tempat tertentu seperti sekolah, pertambangan, dan lembaga pemasyarakatan. Jika tak difasilitasi dengan penambahan TPS dan surat suara, hak pilih mereka bisa hilang—padahal jumlahnya bisa mencapai jutaan.

Lantas, dalam proses Demokrasi satu suara sebagai hak berpolitik yang dimiliki warga—kenapa begitu berartinya sehingga mesti dilindungi dan dipastikan? Dalam upaya literasi politik, bagaimana mendorong agar publik tak menyia-nyiakan hak suaranya?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu nanti kita akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Denny Indrayana (Senior Partner Integrity) dan Titi Anggraini (Direktur Eksekutif Perludem (Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi). (Heri CS)

Berikut diskusinya: