Tantangan dan Peluang Memangkas Rasio Gini di Tengah Arus Global yang Makin Timpang

Semarang, Idola 92.6 FM – Mengatasi indeks rasio gini menjadi salah satu persoalan terbesar bangsa kita sejak Indonesia merdeka. Hingga saat ini problem itu masih belum bisa diatasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, rasio gini Indonesia per Maret 2018 sebesar 0,389. Pemerintah tahun 2019 menargetkan rasio gini turun mencapai 0,38 dengan fokus memerangi angka kemiskinan ekstrem.

Rasio gini merupakan salah satu alat untuk mengukur derajat ketidakmerataan distribusi pendapatan penduduk atas pembangunan. Semakin besar atau melebar indeks tersebut berarti kelompok miskin lebih lambat untuk menjadi kaya. Sedangkan, yang sudah kaya justru lebih cepat untuk bertambah kaya. Ketimpangan pendapatan ini akan menghambat pertumbuhan. Implikasi negatifnya adalah in-efisiensi ekonomi, lemahnya stabilitas sosial dan solidaritas serta ketidakadilan.

Senada, arus global juga mengalami hal yang sama. Jurang antara si kaya dan si miskin kian dalam. Yang kaya kian super kaya, yang miskin makin terperosok ke jurang kemiskinan. Baru-baru ini, Oxfam Internasional dalam laporan bertajuk Public Good of Private Wealth? melansir data bahwa per hari kekayaan para miliarder di dunia naik 12 persen. Itu setara dengan USD2,5 miliar atau sekitar Rp35,57 triliun.

Saat ini, ada lebih dari 2.200 miliarder di seantero jagat. Kekayaan mereka terus bertambah. Jumlah miliarder tersebut dua kali lipat bila dibandingkan dengan saat krisis global satu dekade lalu. Gabungan kekayaan 26 orang paling tajir di dunia tahun lalu setara dengan total kekayaan 2,8 miliar orang termiskin di dunia. Saat jumlah miliarder bertambah, harta separo penduduk termiskin di dunia justru menurun 11 persen atau kira-kira USD500 juta atau sekitar Rp7,1 triliun.

Hal itu dipicu individu kaya raya dan korporasi mereka hanya sedikit membayar pajak yang sedikit. Itu tidak sebanding dengan kekayaan yang mereka miliki. Sebab, pemerintah telah memotong pajak mereka. Di pihak lain, pajak untuk orang miskin justru bertambah misalnya lewat pajak pertambahan nilai yang tidak terlihat secara langsung.

Lantas, bagaimana memangkas Rasio Gini di tengah arus global yang makin timpang? Seberapa peluang Indonesia meningkatkan tax ratio dalam upaya mengatasi ketimpangan? Terobosan apa yang mesti terus dilakukan pemerintah?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati dan Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo. (Heri CS)

Berikut diskusinya: