Wacana Amendemen UUD 1945, Perlukah?

Wacana Amendemen UUD 1945

Semarang, Idola 92.6 FM – John Nasibitt yang dikenal sebagai seorang futuris modern, menyatakan tidak sepenuhnya setuju dengan idiom bahwa “satu-satunya yang tidak berubah adalah perubahan”. Sebab, kebanyakan motif atau tujuan tidak banyak berubah namun action atau cara mencapai tujuanlah yang terus mengalami perubahan atau perbaikan. Kekonstanan tujuan dari suatu kegiatan besar biasanya sering tertutupi oleh bagaimana orang mengembangkan atau melakukan perubahan terhadap cara mencapai tujuan tersebut.

Dalam konteks lain, hal ini pula yang terjadi terkait wacana amendemen UUD 1945. Konstitusi yang dirumuskan para pendiri bangsa dimaksudkan untuk dilaksanakan guna membatasi kekuasaan. Dengan demikian, kesewenang-wenangan dalam penyelenggaraan negara diharapkan tidak terjadi.

Perkembangan di masyarakat memunculkan kebutuhan adanya amendemen agar isi konstitusi tetap relevan menjawab tantangan zaman. Artinya, aspek mengapa UUD 1945 perlu diamendemen yang menjadi fokusnya. Meski demikian, wacana amendemen mesti dikaji secara mendalam dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat sehingga hasilnya optimal.

Diketahui, MPR periode 2014-2019 merekomendasikan kepada MPR periode 2019-2024 untuk mewujudkan amendemen konstitusi. Salah satu wacana amendemen yang belakangan muncul adalah untuk menghadirkan sistem perencanaan pembangunan nasional seperti yang pada masa lalu hadir dengan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Lantas, bagaimana mengawal agar amendemen terbatas UUD 1945 tetap relevan menjawab tantangan zaman dan tetap menjaga spirit, ruh para pendiri bangsa? Apa titik tengah persoalan ini—agar amendemen tidak menjadi bola liar? Bagaimana pula agar amendemen ini tidak memunculkan ekses di kemudian hari?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Bivitri Susanti (Pakar Hukum Tata Negara) dan Prof Syamsudiin Haris (peneliti politik senior LIPI). (Heri CS)

Berikut diskusinya: