Apakah Hukum Bermuara pada Keadilan, atau Hanya Menghasilkan Kesetaraan?

Equality vs Equity
Equality vs Equity.

Semarang, Idola 92.6 FM – Jelang kepulangan pemuka agama Habib Rizieq Shihab, Menkopolhukam Mahfud MD mempersilakan bagi siapapun yang akan menjemput kedatangannya. Tapi belakangan, hal itu memicu kerumunan massa yang melanggar protokol kesehatan. Mulai dari lokasi di Bandara Soekarno-Hatta Tangerang Banten, Petamburan Jakarta Pusat, hingga kawasan Megamendung Bogor Jawa Barat.

Atas peristiwa itu, karena dugaan tindak pidana pelanggaran protokol Kesehatan dan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dipanggil polisi untuk diminta mengklarifikasi.

Kemudian, sejumlah pihak mempertanyakan; kenapa Gubernur Banten Wahidin Halim, tidak ikut diperiksa berkaitan kerumunan massa di Bandara Soekarno-Hatta yang berada di Tangerang? Lalu, Gubernur Ridwan Kamil pun menuding Menkopolhukkam Mahfud MD yang dalam pidatonya mempersilakan siapapun yang akan menjemput HRS—bersifat “multi tafsir” dan menjadi penyebab kerumunan, tetapi kok tidak ikut dipanggil polisi?

Padahal di dunia hukum kita mengenal istilah Justice, Equity, dan Equality. Equity, diartikan sebagai keadilan, dan equality diartikan sebagai kesetaraan. ‘Adil’ dan ‘setara’, adalah dua kata yang mempunyai makna tidak begitu jauh bagi kita sebagai masyarakat biasa.

Equality vs Equity vs Justice
Equality vs Equity vs Justice.

Akan tetapi, bagi para ahli Hukum, dua kata tersebut mempunyai makna yang sangat jauh berbeda. Secara sederhana, equity memastikan hasil yang sama, meski melalui perlakuan yang berbeda, sedangkan equality memberikan perlakuan yang sama tanpa “tebang pilih”.

Lalu, bagaimana kalau kasus pemanggilan Gubernur DKI dan Jawa Barat itu ditinjau dari aspek equality, equity, dan justice dalam perspektif hukum? Dapatkah, atas nama keadilan, lalu kesetaraan diabaikan? Lalu bagaimana dengan prinsip “Equality Before The Law?”. Kemudian, apakah demi kesetaraan, maka keadilan bisa dikesampingkan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Esmi Warassih Pudjirahayu (Pakar Sosiologi Hukum Universitas Diponegoro, Semarang); Azmi Syahputra (Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Bung Karno Jakarta/ Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (ALPHA)); dan M. Isnur (Kepala Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). (andi odang/ her)

Dengarkan podcast diskusinya: