Bagaimana Mengembalikan Generasi Sekarang dan Mendatang agar Membaca dan Membajak Gagasan, Pemikiran Tokoh-tokoh Besar Dunia?

Berpikir dan bernalar

Semarang, Idola 92.6 FM – Salah satu adagium yang paling populer dari seorang Isaac Newton adalah ketika ia menulis: “Jika aku bisa melihat jauh ke depan itu karena aku berdiri di bahu raksasa.” Tulisan itu dituangkannya dalam suratnya kepada Robert Hooke, seorang ilmuwan dan juga seorang filsuf—pada tahun 1679—untuk menunjukan rasa hormatnya kepada Robert atas pemikiran-pemikirannya.

Tidak hanya kepada Robert, ucapan terima kasihnya juga dia berikan kepada gurunya yang lain, Rene Descartes, seorang filsuf ulung. Newton sadar, apa yang ia lakukan tidak akan bisa sejauh itu jika tanpa pemikiran orang-orang tersebut.

Berdiri di pundak raksasa adalah metafora yang berarti: “Menggunakan pemahaman yang diperoleh oleh para pemikir besar yang telah pergi sebelumnya untuk membuat kemajuan intelektual”.

Isaac Newton
Isaac Newton.

Apa yang dilakukan oleh Newton dan para pemikir-pemikir lainnya menunjukkan bahwa menjadi diri kita saat ini, tidak bisa dilepaskan dari buah pikir atau penemuan ilmuwan sebelumnya—melalui buku-buku babon yang ditulisnya dan masih relevan hingga saat ini. Selain itu, bediri di pundak raksasa juga berarti, kita harus memanjat tubuh “si raksasa”, sebagai metafora ilmu pengetahuan.

Begitu pentingnya pengetahuan, literasi, dan kesadaran bernalar yang lahir dari budaya membaca buku- buku penting, maka, bagaimana mendorong generasi sekarang dan mendatang, agar gemar membaca sehingga mampu “membajak” gagasan/ pemikiran tokoh-tokoh besar dunia demi kemajuan bangsa?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Mochtar Pabottingi (Profesor Riset LIPI 2000-2010); Iwan Pranoto (Guru Besar ITB); dan Donny Danardono (Pakar Filsafat Sosial dan Filsafat Hukum Unika Soegijapranata Semarang). (andi odang/ her)

Dengarkan podcast diskusinya: