Bagaimana Mestinya Mendudukkan Posisi Agama dan Pancasila secara Lebih Jernih agar Tak Selalu Memicu Polemik?

Agama dan Pancasila

Semarang, Idola 92.6 FM – Nama Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi menjadi trending di jagat Twitter. Yudian menjadi sorotan akibat ucapannya yang dianggap membenturkan antara agama dan Pancasila. Ucapan Yudian memancing polemik setelah dia berbicara soal hubungan agama dan Pancasila di salah satu media. Kalimat sepotong yang disorot itu yakni, “Musuh terbesar Pancasila adalah Agama”

Sejumlah politikus menyayangkan pernyataan Yudian soal agama dan Pancasila. Jika merunut, ucapan Yudian itu selengkapnya: “Pancasila sebagai konsensus tertinggi bangsa Indonesia harus dijaga sebaik mungkin. Pancasila itu, agamis karena kelima sila dapat ditemukan dengan mudah dalam kitab suci enam agama yang diakui secara konstitusional oleh NKRI. Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah diterima oleh mayoritas masyarakat. Tapi memasuki era reformasi asas-asas organisasi termasuk partai politik boleh memilih selain Pancasila seperti Islam. Namun, pada kenyataannya, Pancasila sering dihadap-hadapkan dengan agama oleh orang-orang tertentu yang memiliki pemahaman sempit dan ekstrem. Yudian menilai, orang-orang seperti mereka itu lah sebetulnya yang minoritas. Dalam konteks ini lah, agama dapat menjadi musuh terbesar karena mayoritas, bahkan setiap orang, beragama, padahal Pancasila dan agama tidak bertentangan, bahkan saling mendukung.”

Pernyataan Yudian ini pun memicu reaksi dari sejumlah kalangan dan tokoh masyarakat. Bahkan, ada yang meminta Presiden Jokowi mencopot Yudian Wahyudi sebagai Kepala BPIP. Lantas, bagaimana mestinya mendudukkan posisi agama dan Pancasila secara lebih jernih agar tak selalu memicu polemik? Mendiskusikan ini, radio Idola Semarang mewawancara Guru Besar FIP Universitas Negeri Jakarta, Konsultan Internasional UNESCO untuk Kawasan Asia-Pasifik 1992-1995 Prof Hafid Abbas. (Heri CS)

Berikut wawancaranya: