Dinkes Sebut Positivity Rate Jateng 5,8 Persen

Mobile PCR melakukan tes usap
Petugas kesehatan dengan Mobile PCR melakukan tes usap masal.

Semarang, Idola 92,6 FM – Dinas Kesehatan Jawa Tengah memberikan penjelasan, berkaitan dengan terjadinya peningkatan kasus aktif COVID-19 pada pekan kemarin. Hal itu terjadi, lantaran Jateng meningkatkan jumlah tes dibanding Jawa Barat dan Jawa Timur.

Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo mengatakan jumlah tes yang dilakukan Jateng sangat tinggi, bahkan sudah melebihi standar yang ditetapkan WHO. Jumlah tes pada pekan terakhir atau Minggu ke-47, ada 67.758 tes dengan positivity rate 5,8 persen. Sementara, WHO mensyaratkan 34 ribu tes pada pekan yang sama atau seribu orang per satu juta penduduk.

Yulianto menjelaskan, terjadinya perbedaan data yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan sudah menjadi hal biasa karena sering terjadi. Sebab, ada data dari Jateng terlambat diterima dan diinput Kemenkes.

Menurutnya, di Jateng ada 3.551 pasien positif COVID-19 dan masih dirawat di rumah sakit. Sedangkan 3.944 pasien menjalani isolasi.

“Jadi, temuan kasus positif itu tergantung kita mau mencari apa tidak. Mencari itu dalam hal ini adalah jumlah tes yang kita lakukan, kalau kita melakukan tes yang lebih banyak dijamin pasti yang ditemukan lebih banyak. Kalau kita melakukan tes sedikit, dijamin pasti jumlah yang ditemukan sedikit,” kata Yulianto, kemarin.

Sementara Gubernur Ganjar Pranowo meminta semua pihak sepakat soal data, dan berkoordinasi dengan pusat. Terkait data yang terlambat tidak masalah, dan bahkan beberapa hari ke depan juga akan ada lonjakan lagi.

Menurutnya, pemprov juga menemukan ada 18 nama yang dilakukan tes sejak Juni 2020 dan baru dimasukkan ke data Kemenkes.

“Nah Jawa Tengah kok tinggi sekali ya, 10.494 kasus aktif. Ternyata, setelah kita cek kemarin masuk angka 1.005 kasus aktif. Setelah kita cek lagi, ternyata itu angka-angka delay. Bahwa ada peningkatan betul, dan bahwa ada peningkatan tes kita juga betul,” ujar Ganjar.

Lebih lanjut Ganjar menjelaskan, apabila semua data sudah benar maka proses treatment tidak keliru. Untuk saat ini kasus tertinggi ada di Semarang Raya, Solo Raya dan Banyumas. (Bud)