Menakar Polemik RUU Ketahanan Keluarga, haruskah negara mengurus ranah domestik?

Ketahanan Keluarga
(image: hipwee)

Semarang, Idola 92.6 FM – Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) DPR menuai kritik. RUU dinilai terlalu mencampuri ranah privat seseorang. RUU yang terdiri dari 146 pasal tersebut menjadi sorotan publik karena sederet pasal yang dianggap controversial mulai dari kewajiban suami-istri hingga penyimpangan seksual.

Sejumlah kalangan menilai, RUU Ketahanan Keluarga sebaiknya tidak perlu ada. Sebab, tidak semua persoalan sosial bisa diselesaikan dengan peraturan perundang-undangan. Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini menyebut, hadirnya RUU Ketahanan Keluarga ini tumpang-tindih dengan undang-udang yang sudah ada. Ia menilai pembahasan RUU ini hanya akan membuang uang dan waktu. Karena pengaturan keluarga sudah ada dalam KUH Perdata dan UU Perkawinan. Kalau untuk anak ada di dalam UU Perlindungan Anak.

Menurutnya, dalam suatu keluarga baik pihak suami maupun istri dapat berbagi dan bekerja sama dalam menjalani urusan-urusan rumah tangga tanpa perlu adanya pembeda. Kalau dibahas, hal itu akan membuang-buang energy. Harusnya energi, pikiran, keberpihakan diberikan kepada RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Pekerja Rumah Tangga.

Lantas, sebenarnya, apa sih tujuan RUU Ketahanan Keluarga ini?

Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi menyebut, RUU Ketahanan Keluarga ini diusulkan 5 orang anggota dari 4 fraksi. Mereka adalah Ledia Hanifa, Netty Prasetiyani (PKS), Endang Maria Astuti (Golkar), Ali Taher (PAN) dan Sodik Mudjahid (Gerindra). Belakangan, Fraksi Golkar menarik dukungan mereka atas usulan RUU Ketahanan Keluarga ini.

Tujuan RUU Ketahanan Keluarga sendiri tercantum dalam pasal 4 naskah RUU ini. Di antaranya, menciptakan keluarga tangguh yang mampu mengatasi persoalan internal keluarganya secara mandiri dan menangkal gangguan yang berasal dari luar dengan berpegang teguh pada prinsip keluarga dan nilai-nilai keluarga dengan mengedepankan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, semangat persaudaraan, dan kemandirian keluarga yang solutif dalam mengatasi permasalahan keluarga.

Kemudian, mengoptimalkan fungsi keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama dalam mendidik, mengasuh, membina tumbuh kembang, menanamkan nilai-nilai religius dan moral, serta membentuk kepribadian dan karakter Anak bangsa yang baik sebagai generasi penerus.

Lantas, menakar polemik RUU Ketahanan Keluarga, haruskah negara mengurus ranah domestik? Lalu, salahkah pula kalau negara ikut mendukung kebaikan keluarga?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni Feri Amsari, MH (Pengamat Hukum Tata Negara/ Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSako) Universitas Andalas Padang) dan Siti Aminah Tardi (Komisioner Komnas Perempuan). (Heri CS)

Berikut diskusinya: