Mengawal Jaring Pengaman Sosial agar Tepat Sasaran dan Cepat Terdistribusikan

Jaring Pengaman Sosial
(Ilustrasi Tirto)

Semarang, Idola 92.6 FM – Di tengah situasi darurat kesehatan Pandemi Corona sekarang ini mulai muncul berita-berita human interest tentang orang-orang yang dirundung kesulitan. Ekonomi yang bak roda yang tak bergerak, membuat sebagian masyarakat semakin terjepit dalam keprihatinan, hari ini makan apa? Besok apakah masih ada yang dimakan?

Bahkan, salah satu tragedi yang memilukan adalah meninggalnya seorang ibu rumah tangga di Serang Banten dipicu kelelahan dan kelaparan. Ibu yang bernama Yulie Nuramelia itu sebelumnya menahan lapar selama dua hari, karena tak ada pemasukan akibat wabah corona. Selama dua hari itu, ia hanya mengonsumsi air minum isi ulang. Ini bisa jadi yang ditangkap media. Bisa jadi, gambaran itu juga terjadi di belahan bumi lain di Indonesia. Dan, apapun, kita tidak ingin hal itu terjadi di sekitar kita.

Peristiwa itu tentu saja mengetuk bahkan menggedor-gedor nurani kemanusiaan kita semua. Apalagi, terhadap sesama keturunan Adam―kita berasal dari bagian tubuh yang sama, sehingga secara naluriah, kita memiliki compassion atau rasa welas asih terhadap bagian tubuh lainnya.

Oleh sebab itu, kita sangat mendukung program-program pemerintah dalam rangka Jaring Pengaman Sosial. Bahkan, kita mesti menyukseskannya. Hanya saja, bagaimana mekanisme pembagiannya? Dan, seperti apa pendistribusiannya–agar setiap bulir beras, betul-betul sampai ke tangan mereka yang berhak dan membutuhkan? Di sisi lain, bagaimana agar dalam pelaksanaannya tak terjadi praktik “moral hazard”?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang berdiskusi dengan Menteri Sosial RI, Juliari P. Batubara; Komisioner Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih; dan Wakil Wali Tota Tegal, Muhammad Jumadi. (Heri CS)

Berikut podcast diskusinya: