Belajar Dari Kecelakaan Maut di Sumedang: Bagaimana Mestinya Kehadiran Negara di Jalan Raya?

Kecelakaan Maut di Sumedang
Bus Berkapasitas 62 Penumpang Terperosok ke Jurang di Sumedang. (Photo: ANTARA)

Semarang, Idola 92.6 FM – Tragedi kecelakaan maut bus pariwisata di Sumedang yang menewaskan 29 orang baru-baru ini menggugah memori kolektif kita atas betapa bahayanya jalan raya dan ini bukan kasus pertama kali.

Kita selalu seperti bangun tidur, kaget, terhenyak bersama. Lalu, ramai-ramai berkomentar ketika terjadi tragedi. Untuk kemudian seiring waktu akan hilang, terlupa, sampai nanti terjadi lagi di tempat yang lain lagi tanpa kita sadari. Dan, kita semua akan kembali membicarakannya.

Padahal hal-hal seperti ini bisa dicegah melalui study atau berbagai upaya mitigasi sebagai bagian dari science-based.

Kita pahami bersama, jalan raya sesungguhnya tak bisa dipisahkan dari public service. Ia menjadi domain dan tanggung jawab penyelenggara negara sesuai dengan amanat UUD 1945. Oleh sebab itu, dengan amanat konstitusi itu, negara harus hadir melindungi segenap tumpah darah warga Indonesia termasuk orang-orang yang menggunakannya.

Jika memang negara sudah hadir dengan berbagai upaya dan regulasinya, selama ini, bagaimana dengan penegakan hukumnya–mengingat kita melihat dari berbagai tragedi kecelakaan di jalan raya, masih banyak yang dipicu oleh pelanggaran, baik yang dilakukan oleh pengemudi maupun pihak pengusaha angkutan jalan raya.

Terkait persoalan ini, kita pun masih hangat dalam ingatan, beberapa tahun lalu, seorang warga Bandung mengguggat negara atas jalan yang membahayakan nyawa warga. Ini bisa dikatakan sebagai bentuk yurisprudensi bahwa pemerintah mesti bertanggungjawab pada persoalan jalan raya. Ini juga menegaskan, jalan raya adalah bagian dari public service dari pemerintah kepada warga. Sehingga, sudah semestinya negara hadir dan memastikan, setiap nyawa warga terlindungi ketika menggunakan jalan raya.

Lantas, belajar dari tragedi kecelakaan maut di Sumedang, bagaimana mestinya kehadiran negara agar ke depan tak terulang kembali? Jika negara sudah hadir, apakah sudah diiringi dengan penegakan hukum dan aturan di lapangan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Agus Taufik Mulyono (Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta/ Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI)); R. Sony Sulaksono Wibowo MT,Ph.D. (Pak Sony) (Pakar Rekayasa Transportasi/Dosen Teknik Sipil ITB); dan Agus Gunadi (Kepala Seksi Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Balai Pengelola Transportasi Darat Wilayah X Tipe A Semarang, Provinsi Jawa Tengah dan DIY). (her/ andi odang)

Dengarkan podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaEks Napiter Jalani Kehidupan Baru Beternak Lele
Artikel selanjutnyaSelama Pandemi Penjualan Produk Daster Jateng Meningkat