Firman, Pahlawan Rawa Pening Yang Bawa Enceng Gondok Punya Kelas

Perajin enceng gondok
Salah satu perajin enceng gondok di Desa Tuntang Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang sedang bekerja memenuhi pesanan. (Photo/Bud)

Semarang, Idola 92,6 FM – Hari itu masih pagi benar, tapi Firman Setyaji sudah berada di tepi Rawa Pening. Hawa dingin mulai dirasakannya, dan kedua tangannya mulai memeluk badan mencari kehangatan. Ditariknya ritsleting jaket hingga sampai atas, dan menutup lehernya untuk mengurangi hawa dingin. Firman menarik nafasnya dalam.

Pemuda Desa Tuntang di Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang itu melihat sekeliling Rawa Pening, dan dilihatnya hamparan enceng gondok menutup hampir dua per tiga dari permukaannya. Tanaman enceng gondok membuat kawasan Rawa Pening kurang indah dinikmati, karena tertutup tanaman pengganggu tersebut.

Dari dalam diri Firman bergolak, untuk melakukan perubahan besar harus memiliki ide unik dan berani mengambil keputusan besar. Enceng gondok yang menjadi tanaman pengganggu dan menutup dua per tiga permukaan Rawa Pening, harus bisa memberikan nilai manfaat bukan lagi sebagai pengganggu tetapi penyangga ekonomi masyarakat sekitar.

Enceng gondok atau yang dikenal masyarakat setempat sebagai bengok itu, harus diolah menjadi suatu barang bernilai dan membuka lapangan pekerjaan.

Sebagai sosiopreneur, pikiran liar Firman mulai bermain dengan ide-ide unik dan menarik. Akhirnya didirikan Bengok Craft, usaha kerakyatan yang lahir dengan misi mengolah enceng gondok menjadi barang bernilai sekaligus merangkul masyarakat untuk menjadikannya sebagai pekerjaan baru.

”Usaha kami adalah Bengok Craft. Bengok Craft itu merupakan usaha kerakyatan, berbasis pemberdayaan masyarakat yang mengolah enceng gondok jadi aneka kerajinan. Kita sistem community development, kita membuka ruang bagi warga untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Jadi, mereka bisa mendapatkan penghasilan dari kerajinan enceng gondok,” kata Firman saat ditemui di rumahnya, Jumat (5/11).

Sebagai startup pemula, Firman fokus pada tiga hal besar dalam memulai dan mengembangkan usahanya. Yakni peningkatan ekonomi masyarakat sekitar, pengembangan sosial dan kelestarian lingkungan. Melalui Bengok Craft yang didirikannya itu, ia punya mimpi besar untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat setempat.

”Jadi kita mendorong warga di daerah sekitar Rawa Pening, agar punya mindset untuk bahwa hidup dari kerajinan itu juga bisa. Sehingga, bisa dijadikan keberlangsungan hidup keluarga dan orang lain,” jelasnya.

Namun, usaha awal yang coba dibangun itu belum bisa semulus cita-citanya. Firman menghadapi kendala, karena tidak semua orang mau diajak membuat kerajinan berbahan enceng gondok. Bahkan, beberapa orang yang semula sempat ikut menggeluti kerajinan enceng gondok harus berhenti karena dianggap tidak bisa mengubah taraf hidupnya.

”Kita mengajak orang untuk bergelut di kerajinan enceng gondok itu sulit diawalnya, karena mereka belum tahu prospeknya dan membandingkan dengan pekerjaan lainnya,” lanjut Firman.

Salah satu perajin enceng gondok yang bernaung di bawah Bengok Craft, Budiman mengaku sudah menggeluti kerajinan enceng gondok sejak 15 tahun terakhir. Saat ditawari untuk menyuplai produk bagi Bengok Craft, dirinya cukup tertarik. Bahkan, seluruh keluarganya dilibatkan untuk bisa memenuhi pesanan.

”Karyawannya hanya keluarga, ada enam orang. Semua punya keterampilan masing-masing, ada yang bikin topi dan sandal hingga tas atau kursi,” ucap Budiman.

Sejak tiga tahun bergabung dengan Bengok Craft, Budiman sudah mulai merasakan dampak positif terhadap kesejahteraan keluarganya. Bahkan, sudah mampu membangun rumah yang lebih baik dari sebelumnya. Sedikit demi sedikit, usaha yang digeluti bersama Bengok Craft itu sudah mulai berkembang.

”Alhamdulillah, kami sudah mulai merasakan dampak baik bagi keluarga kami. Pesanan mulai banyak, pasar mulai terbuka,” ujarnya.

Meskipun enceng gondok merupakan tanaman liar dan mudah didapat, namun karena adanya program pembersihan enceng gondok di kawasan Rawa Pening sejak 2020 kemarin membuat bahan baku susah didapat. Budiman mengaku sudah berkomunikasi dengan Firman selaku founder Bengok Craft, untuk sama-sama mencari bahan baku di tempat lain.

Terkait dengan pasokan bahan baku enceng gondok yang mulai berkurang di Rawa Pening, Firman juga telah mencoba mencari ke daerah lain. Terutama, yang memiliki permasalahan sama tentang tanaman pengganggu tersebut.

”Mau enggak mau, kita ambil di daerah lain. Kita juga ada program subsidi di Bengok Craft untuk perajin, karena ketika bahan baku kurang dan harga naik maka kita harus menstabilkan harga bahan baku,” jelas Firman.

Sementara itu Kades Kesongo, Supriyadi mengaku bangga ada anak muda yang masih peduli dengan kelestarian lingkungan tempat tinggalnya. Bahkan, kepedulian terhadap kelestarian lingkungan juga mampu memberi dampak terhadap sosial ekonomi masyarakat sekitar.

Menurutnya, pemberdayaan masyarakat yang intinya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat harus mendapatkan dukungan dari semua pihak.

”Saya mendorong dan memotivasi serta mendukung penuh kegiatan anak muda ini, Firman Setyaji. Di mana kreativitas siapa pun, anak-anak muda yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat ini layak dibantu dan didukung sepenuhnya,” kata Supriyadi.

Sebagai perangkat desa, Supriyadi menaruh banyak harapan terhadap upaya yang digeluti Firman lewat Bengok Craft tersebut. Terlebih lagi, jika nantinya usaha tersebut mampu meningkatkan ekonomi warganya.

Firman menambahkan, pihaknya akan terus berupaya mengembangkan Bengok Craft agar mampu memberikan dampak positif bagi setiap orang yang terlibat di dalamnya. Termasuk, menggandeng para tenaga muda kreatif untuk membantu pemasaran produk kerajinan enceng gondok.

”Ada yang megang marketplace, ada yang megang sosial media dan desainnya. Kita bagi-bagi tugas sesuai kompetensinya,” ujarnya.

Terpisah, saat ditemui di kantornya, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Jateng Ema Rachmawati menyatakan bahwa pihaknya juga sedang gencar mendorong anak muda menjadi entreprenuer atau startup muda.

Menurutnya, prospek startup muda di Jateng masih terbuka lebar dan sayang jika tidak ada anak muda yang memanfaatkannya. Sehingga, pihaknya memicu kemunculan hetero space dan coworking untuk wadah pendampingannya.

Startup ini kayaknya untuk yang generasi Y dan Z ini, tertarik pada usaha berbasis digital. Istilahnya anak muda kan yang bisa memberikan solusi, dan kebanyakan mereka sudah melakukan itu,” kata Ema.

Ema menjelaskan, pada tahun kemarin saat digelar hetero festival ada lebih dari 400 anak yang mendaftar sebagai startup. Artinya, sudah muncul bibit-bibit startup di Jateng dengan berbagai latar belakang.

”Firman yang Bengok Craft, itu juga masuk startup dari anak muda kreatif. Dia memberdayakan masyarakat yang berbasis pada lingkungan,” jelasnya.

Ema berharap, dari Jateng semakin banyak startup bermunculan untuk meningkatkan roda perekonomian masyarakat. Karena, ide dan gagasan dari anak muda kreatif itu dibutuhkan untuk kesejahteraan masyarakat tidak hanya berasal dari pemerintah saja. (Bud)