Menyorot Sikap Jaksa Dalam Vonis Pinangki, Udang Apa Yang Tersembunyi?

Pinangki
Mantan Jaksa Pinangki.

Semarang, Idola 92.6 FM – Ibarat sinetron, episode kasus pidana yang menimpa mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari memasuki babak baru dan menuju selesai. Hingga batas waktu terakhir, Senin 5 Juli 2021, Jaksa penuntut umum (JPU) memutuskan tidak mengajukan kasasi atas putusan banding yang memangkas vonis Pinangki.

Sebelumnya, Pinangki divonis 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 8 Februari 2021. Pinangki dinilai bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang, dan pemufakatan jahat terkait sengkarut penanganan perkara terpidana korupsi hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra. Vonis itu jauh di atas tuntutan jaksa, yakni pidana 4 tahun penjara.

Namun, pada 14 Juni lalu, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam putusan bandingnya memangkas vonis Pinangki menjadi 4 tahun penjara, sama dengan tuntutan jaksa pada pengadilan tingkat pertama.

Keputusan JPU ini, dinilai oleh kalangan pegiat antikorupsi sebagai kemunduran signifikan dalam pemberantasan korupsi. Tak hanya mencederai rasa keadilan masyarakat dan membuat hilangnya efek jerat bagi pelaku korupsi, keputusan itu juga dikhawatirkan akan membuat mafia hukum di negeri ini bakal merajalela.

Lantas, menyorot sikap Jaksa dalam vonis Pinangki; udang apa yang tersembunyi? Apa implikasi dari sikap Jaksa Penuntut Umum yang tidak mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam kasus Pinangki ini?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Abdul Fickar Hadjar (Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta), dan Wawan Sujatmiko (Manager Departemen Penelitian Transparency International Indonesia (TII)). (her/yes/ao)

Dengarkan podcast diskusinya: