UNICEF Minta ABK Dilibatkan Dalam Kesuksesan Program Pembangunan Nasional

Diskusi Menjawab Kebutuhan Pendidikan Disabilitas
Diskusi soal Menjawab Kebutuhan Pendidikan Disabilitas di Masa Pandemi memeringati Hari Disabilitas Nasional 2021 yang diadakan Akatara, Sabtu (11/12) secara virtual.

Semarang, Idola 92,6 FM – UNICEF meminta pemerintah bisa melibatkan anak berkebutuhan khusus (ABK) atau penyandang disabilitas, untuk ikut menyukseskan atau mendukung program pembangunan nasional sesuai kemampuannya. Baik itu program pembangunan nasional di sektor politik, sosial maupun budaya.

Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia Ermi Ndoen mengatakan dengan melibatkan ABK atau anak penyandang disabilitas itu akan mampu mengedepankan hak-hak ABK, dalam mendukung dan menyukseskan agenda pembangunan nasional 2030 mendatang. Pernyataan itu dikatakannya dalam sesi diskusi virtual Menjawab Kebutuhan Pendidikan Disabilitas di Masa Pandemi memeringati Hari Disabilitas Nasional 2021 yang diadakan Akatara, Sabtu (11/12).

Ermi menjelaskan, pada tahun ini Hari Disabilitas Internasional mengambil tema kepemimpinan dan partisipasi penyandang disabilitas menuju dunia pasca-COVID-19 yang inklusif dan mudah diakses serta berkelanjutan. Melalui tema itu, semua elemen diajak untuk mewujudkan hak dari ABK atau penyandang penyandang disabilitas.

Menurutnya, para ABK atau penyandang disabilitas bisa digiring mewujudkan keberlangsungan pembangunan yang lebih inklusif.

“Mengingatkan kita kepada pentingnya pelibatan anak dengan kebutuhan khusus segala program pembangunan, sehingga produk pembangunan dan kebijakan pembangunan nasional harusnya kita bisa melibatkan anak-anak penyandang disabilitas,” kata Ermi.

Sementara Psikolog Klinis Anak RSUP dr Sardjito Yogyakarta Dwi Susilawati menambahkan, untuk bisa mengetahui ABK atau penyandang disabilitas itu memiliki kemampuan atau bakat terpendam harus ada pendampingan secara intensif. Tidak hanya dari orang tua, tetapi juga guru dan melibatkan instansi pemerintah.

Menurutnya, dengan pemetaan yang dilakukan tenaga psikolog itu akan mampu mengetahui kemampuan dari ABK atau penyandang disabilitas tersebut.

“Nah tentu penting sekali untuk kolaborasi dengan fasilitas yang terdekat. Banyak orang tua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus makin banyak yang konsultasi, dan biasanya meningkat di bulan Mei saat tahun ajaran baru atau Desember saat mulai penilaian akhir semester. Karena, guru akhirnya berani bercerita,” ujar Dwi.

Diketahui, saat ini penyandang disabilitas ada sekira 23 juta jiwa dari berbagai usia. (Bud)

Artikel sebelumnyaSpa Jadi Gaya Hidup Baru Warga Jateng Selama Pandemi
Artikel selanjutnyaMengenal Erupsi Gunung Semeru Bersama Pakar Geologi dari ITS Surabaya