Belantara Foundation dan Sejumlah Pihak Gaungkan Pentingnya Peran Multi-Pihak dalam Upaya Mitigasi Perubahan Iklim lewat Perdagangan Karbon

Belantara Foundation
Belantara Foundation bersama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Pakuan, dan PT. Syslab, Gaungkan Pentingnya Peran Multi-Pihak dalam Upaya Mitigasi Perubahan Iklim lewat Perdagangan Karbon. (Foto Dok. Belantara Foundation)

Jakarta, Idola 92.6 FM – Belantara Foundation bersama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Pakuan, dan PT. Syslab, menyelenggarakan seminar nasional tentang pengenalan dan perkembangan perdagangan karbon di Indonesia secara hybrid (luring dan daring) pada Senin (6/11/2023) lalu. Seminar hibryd yang dikombinasikan dengan training ini didukung oleh berbagai pihak antara lain Badan Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Jawa Barat (BPD HIPMI Jabar) dan PT. Gaia Eko Daya Buana.

Seminar nasional secara luring diadakan di Ruang Teater Lantai 10 Gedung Graha Pakuan Siliwangi (GPS) Universitas Pakuan di Bogor, sedangkan daring diadakan melalui aplikasi zoom dan live streaming youtube Belantara Foundation. Acara ini dikemas melalui kegiatan Belantara Learning Series Eps.8 (BLS Eps.8).

Pada perhelatan kali ini, panitia pelaksana menggandeng 6 universitas sebagai kolaborator yang mengadakan acara “nonton dan diskusi bareng” BLS Eps.8 bagi mahasiswa dan dosen di masing-masing universitas. 6 universitas tersebut yaitu Universitas Pakuan, Universitas Riau, Universitas Andalas, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Tanjungpura dan Universitas Nusa Bangsa.

Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) dari Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) baru-baru ini menerbitkan Laporan Sintesis atas Laporan Penilaian Keenam mengenai situasi iklim terkini pada Senin, 20 Maret 2023. Dalam laporan tersebut memperingatkan bahwa pemanasan global di abad ini telah mencapai 1,1 derajat celcius dan akan melampaui batas 1,5 derajat celcius jika tidak ada penurunan drastis pada emisi gas rumah kaca (GRK). Bagi banyak negara, perubahan iklim telah terlihat dan seringkali melanda masyarakat yang paling rentan.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat Indonesia semakin khawatir dengan dampak perubahan iklim. Akan tetapi, penyebaran pengetahuan tentang lingkungan dan perubahan iklim yang tidak merata telah menghambat beberapa upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Kegiatan diseminasi pengetahuan perlu dilaksanakan dengan baik untuk melengkapi kerangka peraturan perubahan iklim yang telah diterbitkan oleh pemerintah Indonesia.

Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement dan meningkatkan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Komitmen tersebut dibuktikan oleh Pemerintah Indonesia dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi GRK Dalam Pembangunan Nasional.

Peraturan Presiden tersebut salah satunya berisi tentang Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK secara sukarela sebesar 29% dibandingkan Business as Usual (BAU) di tahun 2030 dan sampai dengan 41% dengan dukungan internasional. Dalam upaya pemenuhan target NDC tersebut, sektor kehutanan diharapkan berkontribusi sebesar 17.4% dan sektor energi sebesar 12,5% dari total target NDC.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna yang menjadi salah satu keynote speaker pada acara ini mengatakan bahwa seminar nasional ini tujuan utamanya untuk meningkatkan penyadartahuan dan pemahaman stakeholders mengenai regulasi dan kebijakan serta prosedur dan mekanisme perdagangan karbon di Indonesia. Tujuan lain untuk meningkatkan kapasitas stakeholders terkait penghitungan nilai ekonomi karbon terutama pada sektor kehutanan dan energi, serta bagaimana tata cara perdagangannya melalui bursa karbon yang mekanismenya telah diatur oleh pemerintah.

Dolly yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan menyebutkan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yaitu melalui implementasi kebijakan Nilai Ekonomi Karbon (NEK), termasuk di dalamnya yaitu mekanisme penurunan emisi dengan skema perdagangan karbon. “Perdagangan karbon dan mitigasi perubahan iklim sangat erat kaitannya, karena perdagangan karbon merupakan salah satu mekanisme berbasis pasar yang digunakan untuk mengurangi dampak perubahan iklim”, imbuh Dolly dalam siaran persnya.

“Diperlukan kolaborasi, dukungan dan komitmen multi-pihak, baik pemerintah, akademisi, sektor swasta, masyarakat, NGO maupun seluruh aktor kehutanan dan energi dalam rangka mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim pada tingkat nasional maupun global”, tegas Dolly yang juga anggota Commission on Ecosystem Management IUCN. (her/yes/tim)